Friday, September 14, 2012

Puisi-puisi Solopos (bagian 7)

Nov 23, '08 9:20 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 23 November 2008 , Hal.IV

Kuseka tetes tangis terakhir
Berharap sore akan menutupnya
Kuusap peluh yang menghiasi wajahku

Lalu berharap angin akan meniupnya
Seandainya aku tahu kapan semua ini akan berakhir

Haruskah ku benamkan semua ini
Tenggelam sesai semua yang telah terjadi
Tersiksa bersama hampa dan hasrat
Kubentangkan hati ini
Kubalut luka yang telah kau torehkan di hati

Karena hatiku lelah berujar tentang kamu
Karena ragaku lelah menanti bayanganmu
Andai engkau mengerti akan perasaan cintaku ini
Tak akan ada luka yang tergores indah di hati
Maulina
kelas X ISS 2, SMA Negeri 3 Solo


rantaikata : solopos.net

Nov 16, '08 7:34 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 16 November 2008 , Hal.VIII


Air Mata Rindu
* Rosa

Sepotong rindu ini seutuhnya untukmu
meski rayuan lembut di jalanan merebutnya
aku berlari di atas pematang licin berbatu
ingin segera menghapus air matamu, segera

saat gerimis kuketuk pintu hatimu tanpa ragu
meski kerinduan ini betapa berselimut kabut
masihkah engkau simpan gelombang biru itu
di bening matamu, di situlah aku tersangkut

aku datang sebagaimana sungai menuju muara
duhai, bukalah pintu segera, bukalah segera
sebelum aku tenggelam dalam pusaran air mata
2008



Tentang Kemarau
* Gus Hilmi

Barangkali tak ada lagi yang kugoreskan
dalam surat untukmu, kecuali tentang kemarau
yang telah mengeringkan sungai masa lalu

tempat kita belajar arti sepenggal pencemaran
yang tertinggal hanyalah retak tanah menganga
pabrik yang sombong itu juga telah roboh
oleh gempa yang memisahkan kenangan kita

orang-orang yang datang hanyalah sementara
lantas pergi ke kota, mencari warna menyala
sebagaimana angin betapa kering menyapa
daun-daun pun gugur menjemput kekasihnya
2008
Akhmad Muhaimin Azzet
Penulis Cerpen, esai budaya, naskah drama dan menyutradarai beberapa pementasan teater. Tinggal di Yogyakarta.
rantaikata : solopos.net

Nov 16, '08 5:31 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 16 November 2008 , Hal.IV

Sang surya memunculkan sinarnya
Tanda untukku memulai hari baru,
Bergelut dengan kejamnya kehidupan
Di dunia tanpa pengampunan
Jika ku dapat melihat kapan nyawaku melayang
Ku akan duduk merenung seharian
Mengingat masa-masa indah bersama kalian
Betapa aku merasa sangat diberkati


Mataku tertuju ke seorang tua
Mengais sampah tapi kedamaian mengisi wajahnya
Tak jauh ku lihat seorang muda
Terlihat sekarat menusukan suntik ke nadinya
Janganlah mereka membuatmu sedih
Hadapilah kenyataan dunia bertambah gelap
Hapus air matamu dan bukalah lebar
Supaya tetap dapat melihat hitam putih dunia
Tak terasa sang surya memerah
Tenggelam di balik pegunungan bak emas murni
Kuharap tetap dapat kulihat cahayanya
Sebelum ia terenggut dariku

Arbiyan Christianto
Kelas X Sbi 2, SMA Negeri 3 Solo

rantaikata : solopos.net

Nov 16, '08 5:08 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 16 November 2008 , Hal.IV

Ibu...
Badan renta digerogoti usia
Tubuh kuyu bak daun layu
Ingatan yang mulai tumpul...
Karena terkikis seiring berhembusnya waktu


Ibu...
Sayatan di keningmu bukti keberanian
Sorot matamu indahkan perjuangan
Senyum kecil lukisan tekad dan asa
Luka di sekujur tubuhmu...
Seakan bercerita tentang pengorbanan di masa lalu

Ibu...
Meski tak seperti dulu...
Namun ragamu yang kian letih...
Masih setia meronta, melawan dan berjuang hadapi cobaan...
Yang silih berganti hiasi hidup kejammu

Ibu...
Tiada hal yang dapat mengganti pemberianmu padaku...
Aku hanya dapat berjanji...
Berjanji melanjutkan pengorbananmu
Melanjutkan pengorbanan yang kau tunjukkan padaku...
Untuk engkau, ibuku...

Ali Akbar Ramadhani
Kelas X SBI 2, SMA Negeri 3 Solo

rantaikata : solopos.net

Nov 9, '08 6:00 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 09 November 2008 , Hal.VIII

Tahajud

Aku jatuh tersungkur
di pelukan dewi malam
berpeluh pendar purnama
sebinar cahya gemintang


kutangkap satu cahaya
saat langit mendzikirkan nama-Nya
dan angin malam bertasbih
atas nama alam raya
memuja-Nya

Aku tersungkur semakin dalam
kala awan putih bergumpal-gumpal
mengelilingi sinaran rembulan

Betapa lukisan-Mu tak sebanding
dengan segala kefanaanku
lalu tangis pun tak terbendung lagi
semakin menjadi-jadi
saat mengeja nama-Mu
di sela-sela dzikir malamku
Karanganyar, 16 September 2008

Anak-anak Matahari

Kaki-kaki kecil telanjang berlari
menyongsong hari
berderap dari kolong-kolong jembatan
dari bantaran sungai pinggir terminal
menjejak bumi
mengais rezeki
bisa makan apa hari ini?
kaki-kaki kecil telanjang
berjejal
di perempatan jalan,
stasiun-stasiun kota,
terminal-terminal
tak peduli peluh mengucur deras
tak lelah melawan panas
anak-anak matahari
terbitkan senyummu kali ini
meski hidup tak seindah pelangi
Purworejo-Jogja-Solo, Desember 2004
Yunieta Maya Sari SP
Guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) SD plus Al Firdaus.
rantaikata : solopos.net

Nov 9, '08 5:59 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 09 November 2008 , Hal.IV

Terhitung dari hari itu
Telah terlewati waktu
Yang disaksikan sang merah putih
Menjadi teladan bagiku
Menjadi penyemangatku


Pahlawan yang ku kenang
Pemuda yang ku teladani
Menjadi tombak tanah airku
Sekalipun raga kau korbankan

Kau ucap sumpah itu, dan kau tepati pula
Hingga namamu terkenang di udara
Harum sepanjang masa
Pemuda Indonesia...
Ku jadikanmu teladanku

Tiara Murti Primadewi,
SMPN 1 Delanggu, Klaten

rantaikata : solopos.net

Nov 9, '08 5:57 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 09 November 2008 , Hal.IV

Saat sang fajar menjemput kalbu
Kubuka tirai jendela
Dan akupun mulai tersadar
Hari ini tlah berubah
Tak secerah dulu lagi


Lihatlah dan rasakan
Apakah angin masih membelaimu?
Masihkah kesejukan tinggal di hidupmu?
Ya...
Semua tlah sirna
Tak seindah dulu lagi

Tahukah kamu bahwa deruman itu mengubah segalanya
Deruman gergajimu merusak hati pertiwi
Deruman itu membangkitkan amarahnya
Deruman itu mengambil kedamaian hati kami
Kami yang harus berjaga-jaga atas kemarahannya
Kami yang harus berpindah menghindari tangisannya
Tetapi engkau tertawa
Menikmati derita kami
Tak sedamai dulu lagi

Kami lelah berjalan dalam kehampaan
Lelah tuk berharap dalam kekosongan
Yang kami tahu
Hari ini
Tak seperti dulu dulu

Nico Adi Harianto
Kelas X SBI2/19, SMA Negeri 3 Solo

rantaikata : solopos.net

Nov 4, '08 10:03 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 02 November 2008 , Hal.V

Kala sehelai daun terluka dalam diam
Sendu diranggaskan buaian angin
Menari dengan ironi, melepaskan tumpunya
Menapaki tanah dengan begitu rapuh
Layak jiwa yang terempas

Andai ia kuasa bertutur ucap dan bertutur laku
Akan dilontarkan substansi frase pedih
Akan ditorehkannya tragedi realita bengisnya manusia
Dengan tinta pekat, sehitam batang-batang yang tergolek kalah
Pada lembar kosong, sehampa semak-semak hangus yang tak lagi menyembunyikan berpasang mata

Bara itu telah merampas rimbaku
Menyisakan ranting-ranting patah yang bergesek menyimfonikan lara
Menyiratkan ketidakberartian miris pada tiap bagiannya
Sungguh tak akan lepas dari memori, hilangnya asasi bagi nyawa-nyawa kecil itu

Bila logika memang ada,
Bagaimana bisa kausalitas terkabuti keserakahan batin?
Bila rasa memang ada
Sungguhkah harus menggadaikannya dengan nafsu belaka?

Evelynn Calyla Ellma,
SMAN 3 Solo Kelas RSBI 2/07, Jl RE Martadinata No 143, Solo
rantaikata : solopos.net

Nov 4, '08 9:56 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 02 November 2008 , Hal.V

Kau adalah kekasih Tuhan
yang aku cari selama ini
dan aku menyayangimu setulus hatiku
T’lah ku ukir namamu di hatiku
Aku selalu berusaha menjaga hatiku
untukmu, kekasih...

Jangan pernah salahkan aku
atas segala rasa di hatiku
Kau bilang sayang padaku
Begitu jua diriku
Jangan pernah lupakan aku
Meski kita terpisah jarak dan waktu
biarkan aku tetap menjadi
“Bidadari kecilmu”
Sayangi dan cintailah aku,
hanya padaku hanya untukku
“Bidadari kecilmu”
Jangan biarkan siapa pun jua
Hilangkan aku dan menghapusku dari hatimu
Biarlah hanya aku seorang yang ada
“Bidadari kecilmu”
Bingkai aku dalam hatimu

Suryani Octavia
SMA Negeri 1 Wonogiri Kelas XII A-6, Jl Perwakilan 24, Wonogiri

rantaikata : solopos.net

Oct 26, '08 8:12 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 26 Oktober 2008 , Hal.VIII

Perahu Kebisuan

Dari setiap dayung yang mengayuh gelombang di lautan
Senantiasa melaju cepat bak adrenalin dalam tubuhku
Suara ketuk himpit perahu
Tak mengenal pekat di kepingan malam

Sampan yang kunobatkan untuk menyelamatkan
Perahu tuk mengantarkan mimpi ke dermaga
Adalah keajaiban yang ingin kuperoleh
Hingga di tengah perjalanan usiaku

Masih membisu sudah
Setiap percikan gelombang yang menampar pelayan yang pulang ke rumah tanpa ikan hasil tangkapan, kasihan...

Komunitas ikan bingung
‘tuk menempati ruang tanpa sekat
Seluruh jagat telah terkepung
Jebakan mematikan atau racun mati perlahan
Adalah kesangsian tanpa pilihan


Aku Menunggu Akhir Bulan Ini

Aku menunggu akhir bulan ini
Kata orang, bakal ada lowongan CPNS
Benarkah?

Aku sudah siapkan segala ijazah terakhirku,
mesti hanya lulusan SMA
Aku sudah siapkan akta kelahiranku
Fotoku jauh sebelumnya
Sudah mampir bersiap mendaftar diri
Kartu kuning...kudapat
Lewat desak-desakan pelamar lain

Aku menunggu akhir bulan ini,
Kata orang bakal ada lowongan CNPS
Mungkinkah?

Ah, jangan-jangan diundur lagi
Ah, jangan-jangan untuk yang sudah wiyata bakti
Aku menunggu akhir bulan ini
Berharap agar aku diangkat menjadi pegawai negeri

Wati Istanti SPd
Guru Bahasa Indonesia di Sekolah Singapore Piaget Academy Solo Raya.

rantaikata : solopos.net


Oct 26, '08 8:10 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 26 Oktober 2008 , Hal.IV

Semangat...apa kau telah benar menyerah...
Atau berdiam lantas menjauh pergi...
Tidak kawan, kau telah terpilih
Untuk punya semangat, semangat berbagi


Lihat namamu “Semangat”...
Sebuah kekuatan akan kehidupan...
Apa ini begitu sakit bagimu...
Sampai merasa...kau tersisihkan...

Biar orang berlaku apa kepadamu...
Lihat...namamu tetap masih jadi yang teratas...
Ayo semangat... keberhasilanmu bukan saat kau teratas,
Tapi sekarang, saat kau bangkit kembali jadi yang teratas...

Ayo..aku menyaksikanmu di sini...
kutunggu kebangkitanmu,
Nyalakan tombak apimu...
Sekarang!

Rizky Irfano Aditya
kelas X SBI 2, SMA Negeri 3 Solo.

rantaikata : solopos.net

Oct 26, '08 8:07 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 26 Oktober 2008 , Hal.IV

Berjalan diriku menapak bumi
Berjajar kaki melewati hari
Terjangan rintangan menusuk hati


Pikirku dalam hidup ini
Semua hal yang mungkin terjadi
Terserah dari usaha diri
Yang membawa cinta hati

Riang hati melihat wahyu Illahi
Yang lembut membelai diri
Setelah lama waktu yang dinanti
Dan akhirnya menepi
Dalam hati...

Sekian dosa...
Sekian taubat...
Dan inilah hari yang pasti
Bagi diriku untuk melewati hati
Setelah kembali menjadi hamba suci

Ayu Wulandari
Pengin RT 04/RW III, Cangkol, Mojolaban, Sukoharjo 57554

rantaikata : solopos.net

Oct 20, '08 3:02 AM
untuk semuanya
Edisi : Sabtu, 18 Oktober 2008 , Hal.VIII


Metamorfosa Kali Mati

Di kali kali mati darahku membusuk
Mengalir sesuai alur
Menerjang bebatuan hitam cadas
Menuba air semakin pekat
;Merah darah jadi hitam lekat

Di kalikali mati dagingku membusuk
Tersayat perih raungan kekuasaan kota
Menjadi bah besar menakutkan
Tak lagi berpikir tentang kekuasaan
atau
;Sejumput arti kemewahan

Kalau saja mereka datang
Menawarkan ladang tandus
Maka ku suburkan ketandusan itu
Dengan darah dan dagingku yang busuk
Supaya mereka mengerti
;Di sini aku punya arti


Pagi Buat Pengemis

Sepuntung rokok kedaluarsa
Ia keluarkan dari saku kemeja kumal
Menyulut dan menghisapnya pelan
Tak ada secawan kopi atau teh manis
Tak ada roti tawar dengan olesan
selai nanas
Tak ada surat kabar pengantar pagi
Ia hanya mampu membaca perjalanan
kota yang sia-sia
Setiap gedung, jalan raya, jembatan,
toko, lorong, gang buntu,
bahkan semua yang pernah dilihatnya
dimakan ulat dan tikus pengerat
Di sanalah ia mengais sisa
dari sebuah perjalanan kota yang sia-sia
Dan ia bangun dari kenikmatan
sepuntung rokok kedaluarsa
Menyiapkan sisa tenaga yang ada
lalu berdiri menatap beranda lantai dua
rumah seberang jalan
Seorang berjas dasi rapi
Menyeruput kopi ditemani roti
Serta surat kabar di tangan kiri

Andi Dwi Handoko
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Solo. Karya termuat dalam antologi puisi Pendhapa 4, antologi puisi Ana...

rantaikata : solopos.net

Oct 20, '08 2:57 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 19 Oktober 2008 , Hal.V

Hitamku memandang
Hamparan gelap, gelap...
menyerang
Tak ku harap berjiwa senang
Kelam jiwaku hitam

Aku melihat mimpi yang tak pernah lari
Kenyataan yang mengejar
Hanya impian
Meraih apa yang tak bisa diraih
Berharap apa yang tak bisa diharap
Debu, angin yang tertawa
Tanpa memikirkan siapa dirinya
Hancur...hancur...hancur
Harapanku
Tak seorangpun peduli siapa aku
aku pun juga begitu
Menunggu datang keajaiban
Uluran tangan yang berantakan
Jiwaku gelap, hancur, diam tak bicara
Harapanku hancur

Cahyo Sayful Rochim,
SMA Negeri 1 Ngemplak, Donohudan, Ngemplak, Boyolali.

rantaikata : solopos.net

Oct 20, '08 2:54 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 19 Oktober 2008 , Hal.V

Kala sang surya tak lagi tersenyum
raut wajah rembulan pun berduka
gayung tak lagi tersambut
lara nestapa menggelayut
nurani tercabik dan terkoyak
bibir tak lagi berkata
derai air mata mengalir
ratapi derita yang bergulir

patah arang, patah asa
raga pun enggan ceria
bagai burung hilang sayap
tak lagi mampu arungi samudra

tapi...
tiada guna tangisi
lepaskan semua beban hati
sambut kembali sang mentari
pastikan bintang dan rembulan
bernyanyi kembali

Fajar Baskoro,
Purbayan RT 02/RW I, Singopuran, Kartasura, Sukoharjo.

rantaikata : solopos.net

Oct 12, '08 11:20 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 12 Oktober 2008 , Hal.VIII

Terusir

tanah yang terinjak gedung ini
dulu milik moyang kami
ia tak meronta
menyerah saja ditimpa kemajuan kota


tanah yang terinjak gedung ini
dulu pernah gembur
bersama kerbau aku melumpur
bersama simbol padi ditandur

tentu kau tahu tanah ini dulu milik kami
atas nama pembangunan kami rela lepaskan
atas nama kemajuan kota dan martabat bangsa
lumpur disulap jadi gedung bertingkat
tempat parkir mobil-mobil mengkilap

tentu kau ingat tanah berlumpur ini dulu milik kami
demi kemodernan kota, katamu
terserah bapak saja, kataku
lumpur disulap jadi gedung bertingkat
siapa lagi sanggup lakukan itu
tuhan atau konglomerat?

lumpur di sini dulu pernah gembur
segala tanaman tumbuh subur
dan kau tahu dulu milik siapa?
kami terusir atas nama pembangunan
dan tuan mulia sekali
aku dijadikan pegawai kantoran
tugasku menyapu dan ngurus kebun

atas nama efisiensi dan perampingan tukang kebun ditiadakan
maaf, kau dirumahkan, katamu
tapi setahuku aku dipecat dan
atas nama menyambung hidup
kubuat gubuk di samping gedung mewahmu
kami sediakan sarapan dan makan siang

atas nama ketertiban dan kenyamanan pemandangan kota kami diusir
gubug dibongkar, petugas kami lawan tak gentar
akhirnya kami menyerah kalah
sekali lagi atas nama kemajuan kota
kami terusir dari tanah sendiri
2008

Wiyono SPd
Guru SMP Negeri 1 Paranggupito, Wonogiri.
rantaikata : solopos.net

Oct 12, '08 11:19 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 12 Oktober 2008 , Hal.IV

Gelak tawa...
Duka cita...
Air mata...
Semua mewarnai kisah kita


Sahabat,
Duniaku serasa kusam tanpa gairah
Lalu kau datang dengan senyum cerah
Dan menghibur diriku agar tak lagi gundah

Sahabatku,
Tujuh huruf kini tlah kurangkai
Dengan tinta ketulusan hati dan perasaan
Kupersembahkan kisah sejati tentang diri kita

Sahabatku,
Satu sajak ini kutulis hanya untukmu
Namun satu pintaku
Jalinlah persahabatan ini
Hingga akhir hayat nanti

Setia Ayu M,
Jagalan RT 01/RW 05, Bumi, Laweyan, Solo 57148.

rantaikata : solopos.net

Oct 12, '08 9:09 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 12 Oktober 2008 , Hal.IV

awan berarak serempak
menghibur atmosfer yang mulai rusak
namun angin terdengar terisak
tak lama menjelma krital perak

lumayan meredam merahnya siang itu
tuk peluh-peluh kering yang hais menggerutu
alam sedang mengucap syukur pada Sang Pencipta
mengajak kita yang lupa dan malah menutup mata hanya sejenak
lalu riuhnya peradaban kembali meledak
hanyut oleh rutinitas semata
berorientasi harta

Wenny Aquaresa Sari,
Tegal Kembang RT 07/RW 05, Pajang, Laweyan, Solo 57146.

rantaikata : solopos.net

Oct 6, '08 12:23 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 05 Oktober 2008 , Hal.VIII
Seorang anak pada hari Idul Fitri
Menyelusur Idul Fitri yang jauh
Menapak seorang anak dari selatan
Teriak-teriak, acungkan ribuan jemari
“Tuhan, kenapakah Kau?”
Gerimis menyelancarkan angin kemarau
Anak siapakah, berbendera kelaparan
Berseragam grafiti koran malam dari
Warung kopi, tak henti menebar aroma pengab
Mengawal panji-panji negeri warisan

“Sudah berwindu ayahnya tak pulang”
Kata orang, terjerat pesona bulan
Comberan rawa kota, emaknya ayam Siam-an
Tetapi tak pernah dilahirkan
Buat langit direngkuhnya lamat gelisah
Semesta harap, cemas rintihan tanah mati

Pada tanah lapang tanpa tepi
Ribuan diam ribuan sepi membentang
“Allahu akbar Allahu akbar
La ilaha illallahu Allahu akbar
Allahu akbar walillahil hamd”
Tak ada sahutan, awan pun lengang
Tak ada rukuk tak ada sujud
Tak ada khutbah, matahari gundah

“Ayahnya t’lah mati oleh kemabukan”
Seorang ibu rajukkan sembah sungkemnya
Segala doa segala dosa
“Minal ‘aidin walfaizin”
Samar diterbangkan debu-debu siang
“Tuhan, kenapakah Kau?”
Dibawakan segenggam sengal nafas jalanan
Beterbangan bunga-bunga rumputan
Burung-burung menyelam dalam-dalam

Anak siapakah tanpa kasihan padang-padang
Tertutup pintu-pintu
Tersujud gelegak beduk dan gendering
Baitkan lafal-lafal tanpa makna
Baturetno, 18 Agustus 2008

Sutarmanto
Guru Agama Islam SD I Gambiranom, Wonogiri.

rantaikata : solopos.net


Oct 6, '08 12:22 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 05 Oktober 2008 , Hal.IV

Angin berhembus,
Menerpa butiran pasir.
Goresan tangan mungil,
Tertera jelas di atasnya.


Terik matahari,
Membuat gersang makhluk di datarannya.
Hangat matahari,
Membuat hidup makhluk di daratannya.

Diambil butiran pasir di tanah yang gersang.
Segenggam bulir-bulir kecil,
Menyeruak diantara yang lain.
Seberkas cahaya terpancar dari 30 butir di dalamnya.

Hujan...
Tawa.
Hujan...
Sedih.
Hujan...
Bahagia..

Ramadan...
Doa.
Ramadan...
Amal.
Ramadan...
Bahagia.

Ramadan,
Ya Ramadan...

Kebahagiaan...
Senyum...
Sedih...
Dan memaafkan.

Tersirat wajah berkilauan cahaya,
Cahaya akhir Ramadan,
1 syawal
1429

Nuruddin Nova S,
Klewer RT 02/VII, Sraten, Gatak, Sukoharjo.

rantaikata : solopos.net

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.