Friday, September 14, 2012

Puisi-puisi Solopos (bagian 5)

Aug 10, '08 3:00 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 10 Agustus 2008 , Hal.V

wajah negeriku

Wajah negeriku penuh jelaga; darah
Dihiasi warna-warna ketidakpastian
Tangan-tangan Sang penguasa
Menari-nari di atas kaki penderitaan
Ketika seribu wajah berteriak
Hanya kesunyian yang terdengar
Wajah negeriku kini telah membantu, beku
Di tengah arus gelombang reformasi
Solo, 1998


Si keparat yang hebat

Cerita terhebat di abad ini
Melelahkan telinga jagat raya
Membakar gelora amarah tiap anak manusia
Menjadi dongeng busuk sang nenek pada cucunya

Si Keparat yang hebat
Mungkin ia hanya tertawa
Ketika cerita ini masuk kurikulum negeri tak bertuan ini
Bahkan prolognya pun mampu menghentakkan memori jiwa
Menghalau kebaikan cerita Sang Kancil

Si Keparat yang hebat
Dongeng yang tak pernah tamat
Menghadirkan episode-episode anti klimaks
Melahirkan generasi keparat yang tak kalah hebat
Solo, 2002

Ketika belati bicara

Ketika hati panas membara
Ketika mulut berpacu dalam amarah
Ketika mata berubah menjadi merah
Belati pun bicara menerjemahkan kata dengan darah
Mengapa lidah rakyat bangsa ini berubah menjadi belati?
Solo, 2002

Orkestra gamelan

Nang ning nung neng gong
Mengalun serempak, rampak
Membelah kesunyian dalam ketakutan bicara
Menyuarakan kebenaran

Nang ning nung neng gong
Saron, bonang, gambang, kendang, gong bersatu
Dalam perbedaan bunyi
Menggelegar dalam irama laras. Lembut

Nang ning nung neng gong
Demokrasi gamelan adalah cermin bening
Suara keadilan tanpa aling-aling
Tanpa topeng hitam, apalagi bermuka dua
Irama sampak adalah gelora kebersamaan. Nada

Nang ning nung neng gong
Gong besar berbunyi
Semua berhenti

Solo, 2003
Wahyu Priyono (
merangkum puisi-puisi karya sendiri dalam buku Nyanyian Jiwa; 2000 dan Antologi Adalah Cinta: 2004 yang dicetak terbatas
)
rantaikata : solopos.net

Aug 10, '08 2:59 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 10 Agustus 2008 , Hal.VIII

Rasa lelah itu terkadang singgah
penat
dan letih


Tapi mau apa lagi
semua telah kulakukan
berusaha,
berusaha,
berdoa

Tapi memang tak ada yang percuma
karena harapan selalu ada
dan Tuhan...
Dia penentu segala

Roni Tri Juwarko
Cubluk RT 01/RW IV, Giritirto, Wonogiri.


rantaikata : solopos.net

Aug 10, '08 10:59 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 10 Agustus 2008 , Hal.VIII

Ketika malam merambah
langit senyap tanpa suara
hanya deru sepoi angin
di antara sersah daun


Bulan setengah cembung
pancarkan lembut sinarnya
menyusup dari celah-celah
mega mendung yang beriringan
kerlip bintang
tersebar sejauh mata memandang
sayup-sayup daun di ranting
berdesah halus dalam angin

Tersirat dalam benak
siluet yang ku kenal
yang kini hilang tak berbekas
taman persahabatan
terbengkalai berantakan
kering kerontang

Sahabat...
ku ingat kenangan bersamamu
lalui suka duka bersama
semua tersimpan dalam memoriku
terpendam dalam.

Namun malam ini,
memori itu menyeruak
mengusik tatanan kalbu
tinggalkan luka perih
terbuka menganga
entah sampai kapan?
dalam malam
tetes air mata ini
Jadi saksi bisu
atas luka batin
tak terobati

Satriya Tjahya Hudaya
SMA Al Islam 1 Solo.


rantaikata : solopos.net

Aug 3, '08 8:54 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 03 Agustus 2008 , Hal.V

Kugunakan waktu kampanye
Untuk berkomunikasi
Membeber visi, menggelar misi
Partaiku idolaku
Partaiku pilihanku
Partaiku anti pembuih janji
Partaiku tanpa pengganda janji


Kukibarkan bendera partai
Menyusui keinginanku

Kugunakan waktu kampanye
Untuk berkomunikasi
Biar suci nurani tumbuh di negeri ini
Abadi rasa kemerdekaan berpolitik

Golput

Tidak ada komunikasi
Kibarkan suara hati
Tidak ada tinta di ujung jari
Demokrasi suci?

Tidak ada tilas tapak jejak kaki
Bilik suara hampa angka
Botol tinta masih berisi dijaga ketat panitia
Tidak ada celup-mencelup ujung jari

Tidak ada janji
Lembaran hati suci
Tidak ada pendusta
Tidak ada warna
Ujung jemari leluasa menari-nari

Tidak ada komunikasi
Di antara kandidat dan kami!

Bilik suara

Aku kuasa atas satu suara
Buka lembaran tusuk segera
Gambar-gambar wajah kandidat warna menyala

Gema debat antarkandidat
Mengingatkan jemariku
Tapi, tidak ada waktu
Mengingat
Menakar timbang janjimu
Lalu, kutusuk salah satu wajah yang paling menyala

Tidak ada gema
Di bilik suara, onggokan janji di gudang jiwa
Warna tinta celup di ujung jari akan sirna

Aku tahu kau kandidat yang jadi pejabat
Kuasa atas satu wilayah
Tidak pernah singgah
Tidak pernah menggugah
Kehidupan kampungku
Kehidupan masa depanku

Aku hanya kuasa atas satu suara
Satu-satu-satu, hanya satu suara
Sia-sia, sia-sia, hanya sia-sia

Drs Agus Budi Wahyudi MHum
staf pengajar di PBSID FKIP UMS


rantaikata : solopos.net
Edisi : Minggu, 03 Agustus 2008 , Hal.VIII

Aku rindu...
Hari-hari itu...
Berseragam putih biru
Mengawali petualangan seru
Bersama dengan sahabat baru

Aku rindu...
Masa-masa itu...
Guru-guru yang tersenyum ramah
Walau kadang beliau juga marah
Karena kami sering berulah
Aku rindu...
Waktu-waktu itu...
Berdiri menunggu jemputan
Sambil tersipu berpandangan
Lalu ia mengajak berkenalan
Andai saja...
Jarum waktu dapat diputar kembali
Kuingin mengalaminya sekali lagi
Namun apa daya...
Dunia terus berlari
Aku tidak boleh berhenti
Hanya sampai di sini

Ninggar Ayu Soraya
Alumni 2007/2008, SMP Negeri 7 Solo.


rantaikata : solopos.net

Aug 3, '08 8:49 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 03 Agustus 2008 , Hal.VIII

Setapak demi setapak
Kakimu melangkah
Melawan teriknya siang
Melawan dinginnya malam

Melihat apa, yang menjadi mimpi
Bermimpi apa, yang menjadi kenyataan
Suara, suara kau keluarkan
Hanya untuk belas kasihan
Tak seorangpun menghiraukan
Betapa sedihnya yang engkau usahakan
Di tengah lalu lalang orang
Darahmu mengalir di tengah jalan
Bercampur hujan mengalir tak karuan
Tidak, sungguh tidak
Hanya kata-kata yang keluar dari mulut mereka
“malang nasib peminta-minta”

Cahyo Sayful Rochim, SMA Negeri 1
Ngemplak, Donohudan, Ngemplak, Boyolali.


rantaikata : solopos.net

Jul 27, '08 9:25 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 27 Juli 2008 , Hal.IX

Ku terkulai lemah di selembar tikar lusuh
Batinku menjerit menahan fakta yang keruh


Yang terdengar caci maki mencabik-cabik riuh
Air mata yang getir tampak mengeluh
Dalam sorotan indra mereka, diriku bagai figur musuh
Bercengkrama denganku baginya makruh
Tak seorangpun datang menjamah
Untuk sekedar melantunkan tutur yang ramah
Tetapi mereka malah tertawa melihatku terbaring lemah
Inilah derita anak asuh
Seutas senyum tersimpan hati yang pedih
Setiap kayuhan sampahku terbesit konflik batin
Mereka tak mencerminkan kasih sayang yang mendamaikan
Bahkan, mereka menganggapku seonggok sampah
Yang tak layak diperbudak dan selalu kalah
Dipermainkan bak boneka oleh para bedebah
Mereka membuatku terpisah dari inti darah
Di tengah pedihnya keluarga asuh, kuhanya pasrah
Bertemu orang tuaku adalah doa dalam asa yang indah
Tega mereka biarkanku terkapar di asa yang musnah
Kini ku bangkit membalut luka mencari orang tua
Telah lamaku ingin mencium kedua tangannya

Wahyu Wulandari
SMK Negeri 3 Solo, Jl Brigjen Sudiarto No 34, Solo.


rantaikata : solopos.net

Jul 27, '08 9:07 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 27 Juli 2008 , Hal.VIII

Terkadang kita hanya bisa diam
Menunggu kesanggupan dan keyakinan

Hingga waktu kini pergi
Dan memperolok kita di tengah dunia
Seharusnya, kita tahu...
Bahwa dunia ini serba kilat
Seharusnya, kita tahu...
Bahwa dunia ini melesat cepat
Karenanya, waktu tak bisa ditawar
Penghargaan dan aplikasi adalah yang terpenting
Dan semestinya, detik jam bukan saja sebagai patokan
Namun, sasaran!
Indahkah bila waktu berhenti?
Sungguh itu hanya untuk kekerdilan
Dan ingat!
Kita bukan manusia yang terlalu rapuh
Karena sebenarnya,
Waktu yang tepat adalah hidup yang menakjubkan

Maria Monasias Nataliani,
SMP Pangudi Luhur Bintang Laut, Jl Slamet Riyadi No 94 Solo 57131.


rantaikata : solopos.net

Jul 20, '08 8:52 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 20 Juli 2008 , Hal.V
 
Yogyakarta
Aku hanya kenal alun-alunmu
Boulevard dengan kelitikannya
Tak aku cari Malioboromu yang dulu konon
Dengan warung lesehannya bertingkah obrolan

Gang-gangmu dengan kamar-kamar sempit
Seronok anak-anak kost
Prajurit-prajurit malam bersandal jepit
Tawanya yang ceria bagaikan cericit pipit
Telah kau bikin stress ayamku

Tak ada yang aku kenang bagaimana stasiun tugumu
Warna-warni bagaikan mozaik televisi
Ambarukma Pallace, aku hanya tatapi ketinggian
Sedang di Gembiraloka aku takut singa
Dalam kamarnya, terbuka lubang-lubang udara
Menyeringai, berkilatan biru matanya

Aku berteduh di bawah terik siangnya
Teater jalanan seorang diri kau sapa
Menyelinap bawah jembatan layang terbaring
Kelu menunggu dingin malam
Kujumpai kau di atas mimpiku s’lalu.

Baturetno, 26 Mei 2008
Edisi : Minggu, 20 Juli 2008 , Hal.V
 
Tawangmangu
Hanya serakan daun pinus kering
Akukah sisipus itu?
Entah berapa kujejaki
Tangga-tangga batu melawan
Rintik-rintik air yang
Ditebarkan dingin pegunungan

Manakah tempat kau duduk
Menungguku, kelindan cahaya pelangi
Dahulu, mengenang masa-masa penuh cakrawala
Duri-duri sunyi tusuk ulu hatiku
Kosong memburuku hingga titik
Paling relung paling limbung

Padamkan tapakku pada riap kanak-kanak
Tercabik jarak pandang mata
Memaksa diri tertawa dan teriak
Iringi gumam irama daunan hening
Lantunan perih sepanjang dakian
Terpuruk dalam himpitan sia-sia

Baturetno, 10 Juni 2008


rantaikata : solopos.net

Jul 20, '08 8:46 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 20 Juli 2008 , Hal.VIII

Layaknya lilin di tengah gulita
Menyiramkan cahaya dalam kegelapan
Seperti mentari di pagi buta
Menghantarkan sirna kehangatan mengusir
kebekuan

Bagaikan bintang yang mewarnai malam
Yang tak membiarkan rembulan mengangkasa
tanpa teman
Membawa keceriaan dan kesetiaan

Bersamamu...
Melalui hari-hari yang penuh liku
Bergenggaman erat menepis gundah dan
nestapa
Berbagi kisah...
Tentang cita-cita namun bukanlah angan belaka
Tentang cinta yang membuncah namun tertahan
di dalam jiwa
Tentang harapan yang hendak digapai
di masa datang
Tentang kegagalan yang hampir meremukkan
keyakinan

Sahabat...
Kita bersama dalam suka maupun duka
Saling mengingatkan di tengah canda
Aku berharap dan berdoa...
Kita kan terus melangkah bersama
Menggapai ridho dan cintaNya
Meski jarak membentang di antara kita
Tak kubiarkan meluluhkan benang kasih yang telah tercipta

Sahabat...
Terima kasih untuk segalanya
Dan biarkanlah kisah kita terus terangkai
Kini, esok, hingga masa depan

Dinda Setyahati Asrining Tyas, Laban Kulon RT 04/II Mojolaban, Sukoharjo.


rantaikata : solopos.net

Jul 20, '08 8:40 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 20 Juli 2008 , Hal.VIII

Terus kuayuh untaian langkah ini...
Mengarungi dalam luasnya samudra
Menghadapi keras tajamnya karang dan palung
Menaklukkan siang malam dalam usaha

Laksana air mengalir aku berdiri
Terlihat pelan...namun deras ombaknya
Telah kita rasakan asin dan perihnya air
Tak terasa harus kita tinggalkan
Tetap tersenyum walau badai menerjang
Tangan berkaitan saat ombak menghadang
Kini waktu yang kan memisahkan
Memori menyambut matahari bersamamu, Kawan!
Saat bahaya di hadapan...
Kau tersenyum di sisiku, menghangatkanku
Walau suka berakhir perpisahan...
Namun kan slalu terukir, di setiap hembus nafasku

(Special 4: all my friend in 8D, Luph you!)
Alifia Fathur Rizkiyah, SMP Negeri 9 Solo, Jl Sekar Jagad 1, Laweyan, Solo.


rantaikata : solopos.net

Jul 15, '08 2:38 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 13 Juli 2008 , Hal.V

Budi kecil tertatih di jalan,
nan luas tanpa ambang
Jalan yang dibandrol mahal
Karena diklaim sebagai jalur masa depan


Jalur itu berpetak-petak
Karena pupuk yang akan ditaburkan beda rasa
Itu kata mereka!
Mereka yang sok menyuarakan pendidikan
harus merata

Bapaknya yang pegawai rendahan tak mampu
Dan tak akan pernah mampu membeli
Membeli mimpi-mimpi pahlawan kecilnya
Mimpi yang bukan sekadar kembang
Mimpi yang ternyata tak bisa diraup
hanya dengan ribuan

Ibunya yang penjahit kelas emperan tak sanggup
Dan tak akan pernah sanggup menyuap
Menyuap si perut gendut berseragam pimpinan
Yang bersahabat karib dengan pecundang kebijakan
Kebijakan itu lentur,
Kanan dianggap benar,
Kiri pun tak sortiran!

Obral ijazah

Ada sekumpulan pedagang
Termangu,
Menunggu datangnya hujan
Karena basahnya akan jadi ladang nan subur
Bagi dapurnya yang harus terus mengepul

Lembaran kertas sakti itu
Diobral!
Pada kerumunan tikus pencari kursi
Kursi yang empuk
Dan kebal akan virus demokrasi

Kejujuran terkoyak,
Oleh stempel dan ayunan tanda tangan
Harga diri hangus,
Oleh api bangga akan pujian

Makna deretan gelar,
Yang mengelilingi nama
Hanya untuk penghias kolong sempit
Yang jadi singgasana

- *) Santi Utami, pecinta sastra, tinggal di Teloyo RT 03/RW I

rantaikata : solopos.net

Jul 15, '08 2:31 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 13 Juli 2008 , Hal.VIII

Jiwa terguncang perlahan oleh godaan
Bekasnya terkikis luka yang mendalam
Titik fokusnya pun menghujam ketenangan
Tak khayal adalah sebuah ketidakberdayaan


Karena...
Selangkah kecerobohan dapat merusak
keterampilan
Segelincir keteledoran ini pun menusuk
semangat juang
Sehelai kegagalan merupakan awal dari keberhasilan
Sepucuk kesuksesan membawa seberkas
kebahagiaan

Dan ingatlah...wahai sahabat...
Bahwa...
Keridhoan-Nya ampuh mewarnai senyumanmu
Kasih sayang-Nya mengilhami
keharmonisan hidupmu
Kebijaksanaan-Nya yang perkasa melukiskan
tanggung jawabMu...
Surga-Nyalah tempat sgala khayalan yang terlintas

Hudha Abdul Rohman, X-1 SMA MTA Solo, Jl Kyai Mojo, Semanggi, Pasarkliwon, Solo 57117.

rantaikata : solopos.net

Jul 15, '08 2:28 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 13 Juli 2008 , Hal.VIII

Cinta....
Mengalun indah menggapai khayal
Terukir mesra dalam curah air hujan
Membendung haluan asmara dalam
getaran nahkoda jiwa
Ia memberi asa dalam tiap harapan
Memberi kesejukan dalam relung keabadian

Cinta...
Memberi pesona ditiap mata yang terpejam
Terujar penuh makna dalam liang
hati yang berselimut cahaya
Hingga kesejukan mentari serasa terhenti.

Rois Dendi CS, SMP Negeri 23, Solo, Jl Kapten Adisumarmo, Solo.

rantaikata : solopos.net

Jul 7, '08 9:17 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 06 Juli 2008 , Hal.IX

Ketika malam merambah
langit senyap tanpa suara
hanya deru sepoi angin
di antara sersah daun

Bulan setengah cembung
pancarkan lembut sinarnya
menyusup dari celah-celah
mega mendung yang beriringan
kerlip bintang
tersebar sejauh mata memandang
sayup-sayup daun di ranting
berdesah halus dalam dingin
Tersirat dalam benak
siluet yang ku kenal
yang kini hilang tak berbekas
taman persahabatan
terbengkalai berantakan
kering kerontang
Sahabat...
ku ingat kenangan bersamamu
lalui suka duka bersama
semua tersimpan dalam memoriku
terpendam dalam
Namun malam ini,
memori itu menyeruak
mengusir tatanan kalbu
tinggalkan luka perih
terbuka menganga
entah sampai kapan?
dalam malam
tetes air mata ini
jadi saksi bisu
atas luka batin
tak terobati

Satriya Tjahya Hudaya,
SMA Al Islam 1 Solo, Jl Honggowongso 84, Solo.

rantaikata : solopos.net

Jul 7, '08 9:14 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 06 Juli 2008 , Hal.IX

Tembok batas harapan t’lah runtuh
Perasaan mewakili jiwa yang menyeluruh
Mengakhiri segala keluh
Belenggu pun luluh menjauh

Keceriaan t’lah datang
Mengusir segala aral melintang
Bebas...
Kebebasan kian menjelang
Namun...
Hidup layak roda
Berputar dan terus berputar
Tiada noktah akhir di setiap kesempatan
Berganti di setiap posisi
Menuai hasil dan cermin diri
Helti Nur Aisyiah,
Jl Srinarendro Timur 10 RT 06/RW IV, Solo.
rantaikata : solopos.net

Jul 5, '08 7:13 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 29 Juni 2008 , Hal.V

Pada butir-butir dadu segala dipertaruhkan
tak sebatas keberuntungan tapi juga kehormatan

Kemenangan sudah digaris di papan kalangan
diiringi bengis tawa Kurawa
Drupadi harus dinistai di meja judi
di wajah Pandawa
secuil kepatutan berangsur menjadi aib dan murka
setelah harta melayang dan dihukum buang
haruskah kesucian ikut digadaikan?
Pukat telah ditebar Sangkuni
lebih menjerat dari seribu sanksi
memerangkap yang lengah
menggilas yang lemah
dengan sejuta wajah
Maka kelicikan adalah keniscayaan
jalan berliku penuh rambu pembenaran
menuju tahta bagi yang tak berhak
dengan menghalalkan segala cara
Di palagan yang sebenarnya
dia akan binasa
dengan tubuh terbelah dua
Kresna sang negarawan
Jika jalan perang harus ditempuh
maka siapkanlah senjata dan tubuh
tapi gunakan dulu kata-kata
untuk menyelesaikan sengketa
sebelum genderang ditabuh
Sebagai titisan Wisnu di dunia
kodratnya adalah penyebar kebajikan
maka sudahlah pantas
jika di kubu Pandawa labuh ditambatkan
Sebuah siasat tanpa kelicikan
mesti disusun dengan cermat
sebab perang perlu kemenangan
dengan cara-cara elegan
tanpa mencederai kehormatan
Setelah rencana dimatangkan
Cakra dan Wijayakusuma disarungkan
palagan telah tergelar di luar pagar
di Padang Kurusetra yang haus nyawa
Atas nama kebenaran
dan pembinasaan angkara murka di jagad raya
perang melawan Kurawa
tak bisa lagi ditunda
- *) Katimin Atmo Wiyono
lahir di Pacitan 18 Agustus 1952. Selain menulis puisi juga menulis cerita berlatar budaya Jawa.
rantaikata : solopos.net

Jul 5, '08 7:12 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 29 Juni 2008 , Hal.IX

Senandung itu terdengar menderu
Bagai nyanyian rindu yang ingin berlalu
Aku diam...
Ikut merasakan
Kisah hati yang terabaikan

Bisakah...
Aku lari saja
Menghindar hingga tak mendengar
Tak usah rasakan senandung itu
Bisakah...
Aku sembunyi saja
Menutup mata yang berduka
Lelah...
Rasanya lelah tuk rasakan
Setyaningsih, SMA Negeri I Ngemplak, Boyolali
rantaikata : solopos.net

Jul 5, '08 7:05 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 29 Juni 2008 , Hal.IX

Puluhan lagu tlah dinyanyikan
Mengiringi kisah indah dalam setiap jalanku
Sapuan lembut tangan halusmu
dalam setiap mimpiku
Menghapus luka dalam setiap rinduku


Tak letih kau iringi langkah mentari
Menemukan cahaya dalam lorong kegelapan
dan persaingan
Kasihmu tak henti mengalir laksana air yang
tak kan kering
Menyerukan semangat yang membahana
merasuk dalam jiwa
Walau padang pasir menghadang
Di hatimu tetap tersedia air
Walau hujan trus membanjiri
Tanganmu masih mampu melindungi
Walau air mata tlah banyak kau tumpahkan
Kau tetap tersenyum bahagia menatapku
Seakan kau berkata, ”tidak apa-apa, sayang!
Aku bahagia!”

Bunda...
Walau mentari tak sanggup lagi memberi
perdamaian
Kau tetaplah pelangi yang mengantarku
Mencapai warna-warna cerah kesempurnaan
Alifia Fathur Rizkiyah, VIII D, SMP Negeri 9,
Jl Sekar Jagad 1, Laweyan, Solo.
rantaikata : solopos.net

Jun 22, '08 8:00 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 22 Juni 2008 , Hal.V

Jalan Gatsu

Malam, gelap petang hanya bintang dan bulan
Aku menanti sepi di keramaian
Siang terasa malam

Keramaian menghanyutkan malam sendu
Cahaya sinar saling bertatapan,
bertabrakan di kegelapan
Rindu aku dengan halaman indah menyenangkan
Lihat dingin penuh kesejukan di antara kesunyian
Aku berdiri, bertahan dihembuskan angin malam
Kapan engkau terang, hilang kilau dan kilap sinar
Malamku penuh ragu, pilu menanti rindu
Hanya angan dan karsaku yang membawa
ke imajinasi perasaanku
Malam Denpasar
Cahaya kecil di tengah rimbunnya kegelapan
Nafas berhembus menyelip di antara getaran
Aku berpikir ni malam perpisahan
Padahal ini membahagiakan
Teman dan kerabat melambaikan
tangan menatap kesedihan
Ini bukan luka atau bencana
Ini berjalan kawan, perjalanan tuk masa depan
Tenang, diam, tenanglah
Suatu saat kita pasti bertemu
Di sebuah tempat penuh kebahagiaan
Gelap ini menampakkan kesunyian
dan ketenangan jiwa
Ni malam bertabur bintang
Sayangnya tak kelihatan! Tapi itu bukan
Halangan tuk kita menggapai bintang
*) Wiji Rocha, Pelem Kerep RT 07/RW 06, Tohudan, Colomadu, Karanganyar 57173.
rantaikata : solopos.net

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.