Friday, September 14, 2012

Puisi-puisi Solopos (bagian 3)

Apr 27, '08 11:17 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 27 April 2008 , Hal.VIII

Lalu kali ini aku lihat cahya sang surya
dari mata seorang adam
bagai purnama rupanya di pelupuk mata
aku terbias cinta tak terbatas

Pada waktu pun padanya
aku berjanji untuk kembali
bagai sakura berkembang di musim semi
berteriak tanda kemenangan dari tidur lelapnya

Tak kan kubiarkan lagi ia pergi

- Zulfa Kamila R Y, Tegalsari RT 02/RW V, Laweyan, Solo.


rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 27, '08 11:14 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 27 April 2008 , Hal.VIII

Tak usah kau pikir kelammu
Bahagia kan datang menyongsongmu
Membawa berjuta cahaya
Mengikat beratus mimpi
Yang kau nanti tak kan pergi
Menunggu setia dirimu di sini
Yang kau nanti tetap di sini
Mengucap kata yang kau nanti
- Setyaningsih, SMA Negeri 1 Ngemplak, Boyolali.
rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 27, '08 11:12 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 20 April 2008 , Hal.VIII

Ibu, cintamu seperti air yang mengalir
Di setiap jejak langkahku
Aku, akan selalu mengingatmu
Dan ku slalu memujamu
Kau belahan jiwaku
Kasih sayangmu kepada siwi
Tak terhingga sepanjang waktu
Ibu, trimalah seribu salamku

- Febrina Ardiyati, VIII E, SMP Negeri 1 Delanggu, Jl Pabrik Karung, Delanggu, Klaten

rantaikata : solopos

Apr 27, '08 11:07 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 20 April 2008 , Hal.VIII

Dari waktu ke waktu
Ku menunggu
Kelak, adakah yang mengisi kekosongan ini
Kasih yang slalu ku harap dan ku nanti
Pasti akan datang
Datang dengan sejuta pesona
Tuk mengisi hatiku yang kosong
Tuk memberi warna pada pelangi kehidupan
Dan...
Memberi sinar dalam kegelapan
Kasih...
Ku akan slalu menanti kedatanganmu

- Ikha Ramadhani, IX A, SMP Negeri 1 Banyudono, Jl Kuwiran No 2, Boyolali 57373


rantaikata : solopos

Apr 13, '08 7:44 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 13 April 2008 , Hal.V
City walk

Bersama daun-daun kucium peluh kota
yang berjatuhan bersama hujan
di sepanjang pedestrian


Kembali kupacu langkah membelah jantung kota
sembari menghafal nama-nama jalan
yang merongga di kaki gedung dan pertokoan
Adakah yang masih tertinggal dari masa lalu
terselip di celah batako merah kuning kelabu?
Tentu tak ada waktu untuk menunggu jawaban
sebab tidak ada perhentian
bagi pejalan kaki yang dimuliakan
untuk memarkir dan memeram nostalgia
Sebab kota ini terus berbenah untuk masa depan
dan senantiasa meninggalkan banyak lubang
untuk mengubur ingatan dan kenangan
Mesjid agung
Seperti gerombolan kelelawar
yang bersarang di kubah dan wuwungan
kita pun punya naluri untuk pulang
sekadar menyampirkan selembar doa
dan memuliakan asma Pencipta
meski hanya seminggu sekali
pada siang Jumat yang terberkahi
Seperti pengelana yang dirindu dan dicintai
kita pun disambut layaknya raja
oleh tangan-tangan terbuka peminta-minta
yang mengharap kristal gaib doa
dari kata menjadi harta
Di mesjid kita gelar kerendahan jiwa
bersila menerima wejangan
sembari mencuri-curi pandang
mengagumi sejarah yang terhampar megah
Selepas salat kita tiada beda
pedagang, pembeli, dan pendatang
sama melepas lelah
dengan sejenak rebah di serambi bermarmer
mewah
yang menenteramkan gelisah sukma
bagai pangkuan ibu yang tabah
*) Katimin Atmo Wiyono, lahir di Pacitan tanggal 18 Agustus 1952.
rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 13, '08 7:39 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 13 April 2008 , Hal.VIII

Goresan pena yang telanjur mengalun
sajak kiasan yang bernyanyi riang
Angan nan menerawang penuh harap
Dan buncahan cinta yang teramat bergelora
Semua, untuk dan karena mereka

Sahabat yang slalu ada...
5 tahun bersama dalam penjara suci, Asmara...
Tertatih dalam belajar kedewasaan
nan mulai menjelang
atau saat tangis yang tumpah akibat rindu
andai taulan di rumah
Itu bersama mereka...

Sobat,
Di usia 17 kita yang segera tiba
Bersama kemelut yang menyelimuti hari-hari kita
Belenggu masalah...problem...fitnah...
Atau... hanya salah mengerti saja
Buat hati kita terikat benang cinta
Benang cinta dari hati dalam iringan bahagia

Tapi, sobat...
Aku takut ikatan itu semakin erat...
Aku takut, ikatan itu musnah
Ikatan itu berujung tangis
Di hari, perpisahan kita...

Karena puisi ini tercipta
Karena kalian tercipta
Cinta itu tercipta
Untuk, dari, dengan mereka...semua

Yulia Anis Rahmawati, SMA Al Islam I Solo, Jl Honggowongso 84

rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 6, '08 6:19 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 06 April 2008 , Hal.V

 Mendung  sepanjang  hari


Pagi tanpa mentari
Mendung bergelayut menutupi menolak hari
Hari ini hanya ada pagi
Para petani duduk melutut dekat api
Merenung tanaman tak jadi padi
Sepanjang hari ini hanya ada pagi
Tak ada kesibukan mengisi hari
Tak ada tangisan bayi
Semua merenung apakah ini mimpi



Pagi selalu ada bencana abadi
Malas yang tak ada henti
Tak ada siang dan sore hari
Mendung bergelayut mengusir hari
Sepanjang hari ini hanya ada pagi
Hari agaknya hampir sekarat dekat mati
Dosa-dosa belum terampuni

Ayah

umur sudah limapuluhan
Hitam rambut tlah jadi uban
bahkan rontok dan
kepala itu jidat melulu

tak lagi mampu baca koran
pandangnya gemeteran
lutut dan pinggang
sering dikeluhkan
sering lupa dan
kantuk di sembarang tempat
berharap selamat
tapi lupa salat hobi maksiat

‘mumpung masih hidup
padat sintal bau perawan
tinggal itu kesukaanku’ katamu
nyeri pinggang bukan halangan

Ah, ayah segera bertobatlah!
Parang, Januari 08

- *) Wiyono SPd, guru SMP Negeri 1 Paranggupito, Wonogiri.


rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 6, '08 5:08 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 06 April 2008 , Hal.VIII

Aku seperti terhempas oleh keadaan
Dan aku seolah terkunci oleh waktu
Yang membuat seketika saraf anganku terkunci
Yang merampas segala angan indahku

Kenapa...
Dunia hanya sebatas ajang kederajatan
Sebagai ajang pembantaian harga diri
Serta sebagai ajang kesalahan

Dan kenapa...
Semua seperti pegadaian dan tontonan
Di mana rasa mereka saat ini
Dan di mana mata dan otak cerdasnya

Kali ini aku seperti tergadaikan
Oleh pujian dan sanjungan mereka
Dan aku bagaikan tontonan
Yang menjual kepalsuan jati diri

Apakah seperti ini dunia
Yang membuat semua berubah buas
Kehidupan, harta dan pasangan
Menjadi syarat untuk hidup bebas

Apa seperti itu orang dihargai
Bukankah semua telah diatur
Tapi kenapa itu menjadi masalah
Dan menjadi tingkat harga diri

- Nuri Widyaningsih, Keperawatan S1(A) UMS
rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 1, '08 2:23 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 30 Maret 2008 , Hal.V

Catatan perjalanan dari bukit selatan

I
Bukit-bukit selatan hutan jati jadi ladang ilalang
lembah jurang menganga gamang jalan berliku panjang
dusun-dusun sunyi dari Kertasari hingga Bandungsari
melintasi sungai kecil Cigora kita bertanya
batu kerikil pasir pada bercanda ke mana
dulu menggelincir air membangun kidung gunung
hingga ke hilir.


Itu mereka, truk-truk pengangkut
di bawah matahari cemberut
melintasi di atas jalan setapak aspal,
deru dan debu tertinggal
kayu jati batu kerikil pasir diajak pergi
dan perawan-perawan legam melambaikan tangannya
selamat jalan wahai para kekasih dari kota
jangan lupa kembali ke desa membawa boneka cinta.

II
Malam pun turun di Blandongan
desa kecil makin terpencil pemuda-pemuda
remaja pada menggigil
tadi senja tak terduga, tiga orang dibawa ke kota
lantaran dituduh mencuri harta milik negara
pohon-pohon jati yang tumbuh di bumi sendiri
air terus mengalir dari bukit-bukit
menjadi santapan pagi
oh, betapa hangatnya udara tanah tercinta!

Tadi pagi pemuda-pemuda pada tertawa
pesta bulan tebang hutan
hingga derainya melimpah
ke puncak Gunung Canggah
dara-dara menginjak dewasa buru-buru
menggincu bibirnya
jiwa-jiwa yang berbunga bakal menerima
boneka cinta
tapi yang dinanti tak juga kembali
di muka kaca di muka jendela harum bau setanggi
malam pun sunyi. Betapa sunyi.
Ketanggungan, 2007

by : Sunarto Hidayat


Apr 1, '08 2:19 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 23 Maret 2008 , Hal.V

Vastenburg
Pesta singkat itu telah usai
Alunan musik sudah dipendam di gendang telinga


Kini dengarlah bisik tanah
tentang silsilah darah yang tumpah
di masa lampau
Dengarlah desah lumut yang menghitam
tentang cagar budaya yang poranda
digerus tangan-tangan zaman
Dengarlah gemerisik belukar menjalar
tentang betapa sakitnya diabaikan dan dilupakan

Dia kini gamang menatap masa depan

Dia hanya reruntuhan remang di belakang bank
Hanya sosok menyeramkan
di bawah hujan malam
Dia hanya puing yang gemetar
di tengah laju peradaban kota

Dia goyah
seperti seonggok sejarah yang enggan punah

Februari, 2008

Paragon

Aku membayangkan mercusuar menjulang
yang mendekatkanku pada langit
hingga terbaca rajah di wajah rembulan
hingga dapat kukait mimpi
di punggung bintang-bintang

Aku membayangkan kilau gemintang
Aku membayangkan uang atau emas batangan
yang ditebarkan si kaya dari udara
dan kaum papa memungutinya dengan gembira

Tapi mungkin hanya akan kulihat lebat hujan
dan gumpalan kecemasan yang menebal
pada wajah-wajah lelah di dataran rendah
dan sepanjang bantaran bengawan
yang menganggap banjir sebagai kutukan

Aku membayangkan ketimpangan

Februari, 2008

- *) Epi Paryani, dilahirkan di Sukoharjo pada 21 Januari 1983, alumnus Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Program Studi Sastra Indonesia.


rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 1, '08 2:17 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 23 Maret 2008 , Hal.VIII

Aku berada pada suatu sudut
Di mana aku harus memilih
Di antara warna-warna dunia

Dalam sebuah fase kegelapan
Tak ada yang mampu melihat bintang
Di situlah aku menemukan kesunyian
Dan hatiku mulai bicara

Cakrawala menghampiriku lewat sinarnya
Dan memberiku suatu harapan

Harapan datang menghampiriku
Namun ku tak tahu
Apa yang harus kulakukan
Kebingungan yang aku dapat
Akan aku akhiri
Suatu tanya yang tak terjawab

- Natasya Alviana Prasetyo, Kelas I, Singapore Piaget Academy Solo Raya
.


rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 1, '08 2:13 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 23 Maret 2008 , Hal.VIII
Dan seseorang tahu arti akan hidup
Bila mereka mengerti dan menafsirkan
isi dalam hati
Rasa gelisah, takut dan kesombongan
Akan lenyap bila ada sebuah lentera
Karena lenteralah sebagai penerang bagi mereka
Tak apalah bila kacanya tak sebening mutiara
Minyaknya tak sebagus minyak zaitun
Mungkin kita harus bersyukur
Akan lentera tersebut
Karena cahayanya tak pernah gagal
Dalam menembus kegelapan
Selama ia masih menyala


- Nur Amalia Yasmin, MA Al Islam Jamsaren, Jl Veteran No 263, Solo.
rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 1, '08 2:11 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 30 Maret 2008 , Hal.VIII


Semestinya
Kurelakan kepergianmu

Seharusnya
Kubuang jauh-jauh dirimu
Dari benakku

Tapi mengapa
Berat sekali rasa ini
Tuk lupakan dirimu

Padahal
Kau tak hiraukan aku
Hanya seonggok kata olehmu
Yang begitu melukaiku

Kini...
Rasa yang kian kupendam
Terbuang sia-sia

- Sholikah, Kelas IX A SMP Negeri 1 Banyudono, Boyolali.


rantaikata : http://www.solopos.net

Apr 1, '08 1:59 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 30 Maret 2008 , Hal.VIII

Pagiku turut murung bunda
Ketika irama suaramu hentakkan rumah sejagad
Hingga indahnya mimpi terputus tanpa bersambung
Dan nyamuk pingsan di tempat serangan jantung

Kenapa bukan seduh hangat senyum yang tersuguh
Tapi tak pernah ku putus doa
Di mana suatu fajar
Renyah tawa menggelantung bersama burung camar

- Ika Prihatin Yuliana, Tegalsari, Gayamdompo, Karanganyar.
rantaikata : http://www.solopos.net

Mar 17, '08 3:39 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 16 Maret 2008 , Hal.V
 

Slendro
temani aku menari di rumput basah,
wahai kaki padi
salsa dalam hentak kaki kuda,
gairah di pucuk cemara
yang limbung di pembaringan anak-anak sembrani
rindukan golek menak,
saat pendapa sepi tanpa wiyaga

ribuan tahun ketika bunyi dilantunkan
di sayap mega
petir membagikan laras, menelusup
di ladang-ladang petani
bunyi-bunyi yang menguliti bulu lembut
tangan kita
biarkan menari di atas bilah-bilah perunggu
yang terkulai

jangan salahkan anak kita,
jika mereka berbagi peta
karena desir suaranya telah dihantam badai
akhirnya menepi di pantai tak berpenghuni

Diamku tembaga

aku menjemur gigi di panggang sate

cokelat tembaga seperti gigi rahwana
saat kelelawar muntahkan ingusnya
jatuh persis di ujung lidahku, mulutku kulepas
pahit kulit brotowali terasa bagai upas

sejak kubelajar diam, menahan ngilu, gusar
yang menggerogoti pojok hati ini terbayar

runduk pada gejolak kalbu,
musim mengoyak waktu
arlojiku lepas di dasar laut, kau pun tak mampu
menenggelamkan amarah singa di balik bajuku
yang basah dan menguning seperti cendawan layu

kesungguhanku menahan diam,
adalah samudra rebus
yang menelanjangi semua sirip ikan,
tersudut di batas cahaya,
redup melukai kepongahan kepompong talas
yang gagal mendaur ulat ke kebun buah,
daun meranggas

diamku tembaga, sepuhan fosil tulang belulang
melompat dari kejauhan, menuju bukit yang lekang

*) Budhi Wiryawan, pernah bergiat di Teater Laskar, Sanggar Kereta, Paguyuban Teater Bantul, dan Forum Komunikasi Teater Bantul. Tinggal di Bantul


rantaikata : http://solopos.net

Mar 17, '08 3:28 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 16 Maret 2008 , Hal.VIII

Lilin kecil tlah rapuh dalam lugunya
Dingin pun benar remukan jiwa
Hari para pemuka yang seakan mati
Membuatku mengerti jelaga ini

Akerat dan keringat sang hati
Tak mampu puaskan hati
Jurang haru pertiwi pun bergejolak
Suara nestapa makin berteriak

Dengarkan kami pangeran berdasi
Tidakkah cukup kau tertawa di sana
Penuh basah dengan hujan udara
Dan betapakah kami...
Terjerambab di lumpur malam

Inikah bahagiamu...
Inikah duniamu...
Di selayak adanya hari bercerita

Anastasia Rahardini P, SMA Negeri 5 Solo


rantaikata : http://solopos.net

Mar 17, '08 3:16 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 16 Maret 2008 , Hal.VIII

Ketika malam datang
Gundah terasa di hatimu
Mencari tempat berlindung
Berteduh melepas lelah

Serasa derita tak habis bagimu
Ketika sang surya datang
Makian orang membangunkanmu
Menghinamu, melecehkanmu

Baju compang-camping
Melekat di tubuhmu
Menjadi saksi
Betapa beratnya hidupmu

Membanting tulang sekuat hati
Tak kenal lelah
Hiraukan cacian orang
Demi seteguk air dan sesuap nasi

Siti Solikhatun, kelas 8E, SMP Negeri 1 Delanggu, Jl Pabrik Karung Delanggu Baru, Klaten.


rantaikata : http://solopos.net


Mar 9, '08 12:33 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 09 Maret 2008 , Hal.V
Kerbau berpidato
dengan sesamanya


kalau bangsa kerbau diklaim sebagai makhluk
paling bodoh
apa urusan kita dengan manusia
bodoh atau pintar tak pernah merepotkan
untuk belajar
dan justru dengan kebodohan kita bisa selamat
dari jeratan dosa-dosa
kalau kita makan tanaman orang lain itu semata-mata
ketidaktahuan
apakah kita harus dihukum rejam sampai mati
justru bangsa manusia sendiri yang merugi karena
tak memiliki pelajaran yang amat berharga ini


Ulat-ulat yang jenuh
dengan kerakusannya

ulat-ulat yang menggerogoti dedaunan hingga
pohon-pohon
meranggas kini telah jenuh dengan kerakusannya
pasrah menjelma kepompong bergelantung
di ujung-ujung
reranting kering dipermainkan angin
kemarau
tak berdaya
tetapi dari kepasrahannya waktu telah
menjelmakan kupu
kini beterbangan kian kemari
(kemerdekakan tak begitu saja mudah
ditemukan ulat-ulat
telah belajar dari angin yang melintas
kepompong telah bejalar dari keprihatinannya
kupu-kupu telah belajar tentang kehidupan )

Rayap-rayap sedang
berdialog dengan spesiesnya

karena kita tergolong binatang kecil dan tak pernah
dibicarakan memiliki kegunaan apa-apa maka jangan
terlalu banyak tingkah kepada manusia
kalau di antara kita sedang merasa lapar atau
tak senang makan saja sekenyang-kenyangnya.
tetapi jangan lupa masing-masing menjaga peranan
lentor sebagai raja diraja agar tetap selamat dan
lestari supaya lentor tak menyalahi kodratnya
tetapi kami masih bisa berbangga sebab selalu
berumah ke bawah makan ke atas

*) Sunardi KS, tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media cetak, berupa sajak, Cerpen, dan artikel-artikel budaya dan keluarga.
rantaikata : http://solopos.net


Mar 9, '08 12:31 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 09 Maret 2008 , Hal.VIII

Saat hati peluh rindu
Sebersit ingatku hadirkan rasa semu
Rasa yang kubangun
Di atas angin lalu

Kalbuku
Dendangkan segenap rindu
Bergema di irama merdu
Masih inginku ditemanimu
Masih terbesit khayalku cintamu

Untukmu...
Pastilah bukan untukku
Tapi tak ada inginku menuntut
Semua tak perlu tercapai

Tetaplah terjaga seperti sekarang
Biarkan cintaku hanya bersemi sebatas angan

Ririn Crisnandari
SMA 1 Sukoharjo, jl Pemuda No. 38, Sukoharjo


rantaikata : http://solopos.net

Mar 9, '08 12:23 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 09 Maret 2008 , Hal.VIII

Mataku memandang keluar
Pikiranku mulai melayang
Terbang di atas bayang-bayang
Bayangan kehidupan
Yang bila dirasa akan menyakitkan

Kurasakan...
Kurenungkan...
Kupikirkan...
Seribu malam perasaan
Apakah semua itu?

Sungguh sulit bagiku
Sungguh...
Kebingungan meliputi diri ini
Kuingin menyerah sekarang
Kuinginkan ketenangan dan kebebasan

Tapi...
Bila kuingat lagi dan lagi
Ada impian dan ada sesuatu yang harus kulakukan
Kuhanya mampu pasrah dan berharap
Terhadap uluran tangan-Nya

- Je Vonny Siswanti, Secondary 3/SMP Kelas 3, Singapore Piaget Academy.


rantaikata : http://solopos.net

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.