Puisi-puisi Didit Setyo Nugroho | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 16 Agustus 2009 , Hal.VIII
Kangen
“Rindu itu seperti angin” katamu dalam bias kematian
Gadis ikal tersembunyi pada riak laut
Seribu mimpi mengibas
Tersimpan di kental tahi lalatnya
“Rindu itu seperti camar” katamu dalam bingkai
industri metropolis
Mencakar kota membiaskan jelaga
Seribu mimpi terjagal pada binar mata
Siapa yang memiliki keberanian untuk berimajinasi
“Rindu itu seperti labi-labi terpenjara dalam labirin”
katamu
Mata teduhmu berusaha menatap jauh
Terhalang mayat-mayat kapal karam
Batu-batu berliang
Berdering ketika angin tajam menikam
Sampah plastik yang menggunung
Peskapre, atap-atap rumbia bersama mengepung rasa
“Rindu tak pernah meleleh”
Pada bau ikan asin yang menyengat
Tersembunyi di rapat tubuh nelayan
Berbalut kesangsian diam
Meniti tak juga cairkan waktu
Cerita Pembunuh Waktu
“Rembulan bakal mati dimakan kelelawar” katamu
Aku terbahak mengekalkan malam
Gelap yang menghantam pikiranmu selama ini
Telah menjadikanmu jadi skeptis
Membatu seperti bukit
“Tetapi katak menertawakannya sehingga dimuntahkannya kembali rembulan itu”
Lanjutmu dalam kata yang dingin
Sedingin besi penjara yang menancapi kepala putihmu
Mata rabunmu terkapar menggeliat dalam ketidakberdayaan
Aku menatap lantai basah yang meski tak bermata
Ia menyimpan begitu banyak kepedihan hingga ia memuntahkannya
Memuntahkan rembulan yang tak pernah meronta
Meski ia dijagal dan disembelih
Pada upacara pembohongan
*) Didit Setyo Nugroho
Solopos
Kangen
“Rindu itu seperti angin” katamu dalam bias kematian
Gadis ikal tersembunyi pada riak laut
Seribu mimpi mengibas
Tersimpan di kental tahi lalatnya
“Rindu itu seperti camar” katamu dalam bingkai
industri metropolis
Mencakar kota membiaskan jelaga
Seribu mimpi terjagal pada binar mata
Siapa yang memiliki keberanian untuk berimajinasi
“Rindu itu seperti labi-labi terpenjara dalam labirin”
katamu
Mata teduhmu berusaha menatap jauh
Terhalang mayat-mayat kapal karam
Batu-batu berliang
Berdering ketika angin tajam menikam
Sampah plastik yang menggunung
Peskapre, atap-atap rumbia bersama mengepung rasa
“Rindu tak pernah meleleh”
Pada bau ikan asin yang menyengat
Tersembunyi di rapat tubuh nelayan
Berbalut kesangsian diam
Meniti tak juga cairkan waktu
Cerita Pembunuh Waktu
“Rembulan bakal mati dimakan kelelawar” katamu
Aku terbahak mengekalkan malam
Gelap yang menghantam pikiranmu selama ini
Telah menjadikanmu jadi skeptis
Membatu seperti bukit
“Tetapi katak menertawakannya sehingga dimuntahkannya kembali rembulan itu”
Lanjutmu dalam kata yang dingin
Sedingin besi penjara yang menancapi kepala putihmu
Mata rabunmu terkapar menggeliat dalam ketidakberdayaan
Aku menatap lantai basah yang meski tak bermata
Ia menyimpan begitu banyak kepedihan hingga ia memuntahkannya
Memuntahkan rembulan yang tak pernah meronta
Meski ia dijagal dan disembelih
Pada upacara pembohongan
*) Didit Setyo Nugroho
Solopos
Nina Fajrika Puspita | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 16 Agustus 2009 , Hal.IV
Aku ini ada di mana?
Di sini langit merendah lalu menyapa
Dari awan kelabu itu membawa pilu
Kusaksikan terpaan debu
Mengapa aku ada di sana?
Tak tahu harus berbuat apa
Menyendiri pada suatu hari
Menikmati hari bagai mimpi
Mengapa aku harus dilahirkan?
Keluh kesah tak tertahan
Memperjuangkan hidup sarat uji
Namun tak pernah dimengerti
Mengapa pula harus sekian lama?
Sedang waktu berjalan sia-sia
Menghitung rentang masa lalu
Menghampiri jiwa nan kelabu
Mengapa lekat sunyi nan amat?
Menyaksikan diri yang tak berkutat
Semua yang mesti bakal terjadi
Tak kan mungkin dapat dipungkiri
Mengapa harus disayangkan?
Tak banyak yang dipikirkan
Mungkin tersungkur di ujung hidup
Padahal api perjuangan belum redup
Nina Fajrika Puspita
Kelas XC SMA Negeri 1 Sragen, Jl Perintis Kemerdekaan 16, Sragen 57214.
Solopos
Aku ini ada di mana?
Di sini langit merendah lalu menyapa
Dari awan kelabu itu membawa pilu
Kusaksikan terpaan debu
Mengapa aku ada di sana?
Tak tahu harus berbuat apa
Menyendiri pada suatu hari
Menikmati hari bagai mimpi
Mengapa aku harus dilahirkan?
Keluh kesah tak tertahan
Memperjuangkan hidup sarat uji
Namun tak pernah dimengerti
Mengapa pula harus sekian lama?
Sedang waktu berjalan sia-sia
Menghitung rentang masa lalu
Menghampiri jiwa nan kelabu
Mengapa lekat sunyi nan amat?
Menyaksikan diri yang tak berkutat
Semua yang mesti bakal terjadi
Tak kan mungkin dapat dipungkiri
Mengapa harus disayangkan?
Tak banyak yang dipikirkan
Mungkin tersungkur di ujung hidup
Padahal api perjuangan belum redup
Nina Fajrika Puspita
Kelas XC SMA Negeri 1 Sragen, Jl Perintis Kemerdekaan 16, Sragen 57214.
Solopos
Surat untuk WS Rendra | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 09 Agustus 2009 , Hal.VIII
Surat untuk WS Rendra
Ribuan lembar kertas tak cukup
Untuk menulis tentangmu
Namun engkau tetap bersahaja
Ku kenang engkau dengan cinta
Meskipun…hari ini…
Airmata menjelma menjadi anak sungai
Mengairi sawah-sawah kesadaran
Mengikis batu-batu keangkuhan
Aku di sini
Dengan gemetar kutuliskan ini
Mataku membentur dinding-dinding
Melekat gambar wajahmu di sini
Ada senyum manis
Ada tatapan tajam bagai elang
Membangkitkan kegairahan
Untuk terus beranjak, berjuang dan berkarya
Selamat jalan mas Willy ku
Selamat jalan guruku
Selamat jalan sahabatku
Selamat jalan pahlawanku
Engkau telah terbebas dari duka cita bumi
Engkau telah terbebas dari lapar dan dahaga
Selamat menikmati hidup baru
Selamat menikmati kedamaian baru
Tanpa batas ruang dan waktu
Kami mengasihimu
Engkau tiada namun tetap ada
Burung merak telah terbang
Burung merak mengepakkan sayap
Terbang menembus langit tanpa atap
Terbang meninggalkan bumi tanpa batas
Burung merak mengepakkan sayap
Sajak-sajak terus berteriak
Puisi-puisi terus bernyanyi
Burung merak mengepakkan sayap
Kilauan bulunya bagai pelangi
Pelangi senja yang telah menjadi masa kini
Wahai burung merak …
Melayang-layang bersama tentara surga
Menuju nirwana
*) Sulistya Wibawa
Alumni Pascasarjana Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UNS
Solopos
Surat untuk WS Rendra
Ribuan lembar kertas tak cukup
Untuk menulis tentangmu
Namun engkau tetap bersahaja
Ku kenang engkau dengan cinta
Meskipun…hari ini…
Airmata menjelma menjadi anak sungai
Mengairi sawah-sawah kesadaran
Mengikis batu-batu keangkuhan
Aku di sini
Dengan gemetar kutuliskan ini
Mataku membentur dinding-dinding
Melekat gambar wajahmu di sini
Ada senyum manis
Ada tatapan tajam bagai elang
Membangkitkan kegairahan
Untuk terus beranjak, berjuang dan berkarya
Selamat jalan mas Willy ku
Selamat jalan guruku
Selamat jalan sahabatku
Selamat jalan pahlawanku
Engkau telah terbebas dari duka cita bumi
Engkau telah terbebas dari lapar dan dahaga
Selamat menikmati hidup baru
Selamat menikmati kedamaian baru
Tanpa batas ruang dan waktu
Kami mengasihimu
Engkau tiada namun tetap ada
Burung merak telah terbang
Burung merak mengepakkan sayap
Terbang menembus langit tanpa atap
Terbang meninggalkan bumi tanpa batas
Burung merak mengepakkan sayap
Sajak-sajak terus berteriak
Puisi-puisi terus bernyanyi
Burung merak mengepakkan sayap
Kilauan bulunya bagai pelangi
Pelangi senja yang telah menjadi masa kini
Wahai burung merak …
Melayang-layang bersama tentara surga
Menuju nirwana
*) Sulistya Wibawa
Alumni Pascasarjana Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UNS
Solopos
Sajak-sajak Agus Budi Wahyudi | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 02 Agustus 2009 , Hal.VIII
Koalisi
“Selamat pagi! Rakyat”
Pemegang kedaulatan
Pemegang kekuatan
Pemegang suara dalam pemilu
Aku ingin kuat, ingin teman
Ya aku koalisi
“Selamat siang! Rakyat”
Pemegang kunci dalam demokrasi
Pemegang kotak suara negara
Aku ingin suara dalam pemilu
Ya aku koalisi
Telah tiba saat kulipat bendera
Kulihat warna yang sama
Aku ingin semutu, ingin semuka
Ya aku koalisi
Jangan salahkan!
“Selamat malam! Rakyat”
Ini perilaku
Ini perilaku yang biasa, yang kubisa
Ya aku koalisi
Yang bisa kubisakan. Yang biasa kubiasakan
“Aku ingin jadi presiden! Rakyat!”
Jangan kau gugat! Jangan kau cegat!
Nasihat
Kuat dan kuat
Jadi tidak sehat koalisi
Kuat dan tidak kuat
Jadi tidak sehat koalisi
Pertemuan jadi wadah penyemai pamrih
Siapa yang ingin suara?
Ya koalisi
Banyak teman banyak suara
Kurawa pasti menang suara
Pandawa pasti pemegang wibawa
Siapa yang ingin kuat?
Dekatlah dengan sang dalang
Bisikkanlah niatmu sebelum sebuah lakon berkumandang
Kemaslah kekuatan
Kemaslah kesehatan bernegara!
*) Agus Budi Wahyudi
Staf pengajar Pascasarjana Magister Kajian Bahasa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Solopos
Koalisi
“Selamat pagi! Rakyat”
Pemegang kedaulatan
Pemegang kekuatan
Pemegang suara dalam pemilu
Aku ingin kuat, ingin teman
Ya aku koalisi
“Selamat siang! Rakyat”
Pemegang kunci dalam demokrasi
Pemegang kotak suara negara
Aku ingin suara dalam pemilu
Ya aku koalisi
Telah tiba saat kulipat bendera
Kulihat warna yang sama
Aku ingin semutu, ingin semuka
Ya aku koalisi
Jangan salahkan!
“Selamat malam! Rakyat”
Ini perilaku
Ini perilaku yang biasa, yang kubisa
Ya aku koalisi
Yang bisa kubisakan. Yang biasa kubiasakan
“Aku ingin jadi presiden! Rakyat!”
Jangan kau gugat! Jangan kau cegat!
Nasihat
Kuat dan kuat
Jadi tidak sehat koalisi
Kuat dan tidak kuat
Jadi tidak sehat koalisi
Pertemuan jadi wadah penyemai pamrih
Siapa yang ingin suara?
Ya koalisi
Banyak teman banyak suara
Kurawa pasti menang suara
Pandawa pasti pemegang wibawa
Siapa yang ingin kuat?
Dekatlah dengan sang dalang
Bisikkanlah niatmu sebelum sebuah lakon berkumandang
Kemaslah kekuatan
Kemaslah kesehatan bernegara!
*) Agus Budi Wahyudi
Staf pengajar Pascasarjana Magister Kajian Bahasa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Solopos
Puisi Sholikah | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 09 Agustus 2009 , Hal.IV
Cobaan
Kadang hidup di dunia ini
menyenangkan
Tanpa adanya celaan, tapi kecupan
Sebuah kecupan sayang yang penuh
kehangatan
Keceriaan, keriangan,
kegembiraan
Datang membanjiri kehidupan
Aku ingin ini semua tak pernah hilang
Di kala cobaan datang
Kecupan kenangan tlah hilang
Ku tinggal seorang
Di mana kehangatan?
Ke mana keceriaan serta kebahagiaan?
Rasanya ku ingin menangis
Sampai air mataku habis
Ini semua tak pernah dirintis
Baiklah, ku harus berjuang
Tuk kembalikan hidup yang terang
Alam
Kadang kala ku berpikir
Apa sih makna hidup ini?
Lihat...!
Kaca alam yang kian berada
Sang surya menembus di tengah kegelapan
Sang gemuruh bernyanyi
Di kala awan menangis
Angin berhembus sejukkan hati
Air mengalir sebening kaca
Insan-insan hidup mondar-mandir
Mencari ilmu, mengabdi pada Sang Illahi
Tanpa terpikir
Inilah hidup...
Penuh makhluk-Nya, penuh dengan kuasa-Nya
Di alam raya...penuh dengan suka dan duka
Sholikah
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Solo.
Solopos
Cobaan
Kadang hidup di dunia ini
menyenangkan
Tanpa adanya celaan, tapi kecupan
Sebuah kecupan sayang yang penuh
kehangatan
Keceriaan, keriangan,
kegembiraan
Datang membanjiri kehidupan
Aku ingin ini semua tak pernah hilang
Di kala cobaan datang
Kecupan kenangan tlah hilang
Ku tinggal seorang
Di mana kehangatan?
Ke mana keceriaan serta kebahagiaan?
Rasanya ku ingin menangis
Sampai air mataku habis
Ini semua tak pernah dirintis
Baiklah, ku harus berjuang
Tuk kembalikan hidup yang terang
Alam
Kadang kala ku berpikir
Apa sih makna hidup ini?
Lihat...!
Kaca alam yang kian berada
Sang surya menembus di tengah kegelapan
Sang gemuruh bernyanyi
Di kala awan menangis
Angin berhembus sejukkan hati
Air mengalir sebening kaca
Insan-insan hidup mondar-mandir
Mencari ilmu, mengabdi pada Sang Illahi
Tanpa terpikir
Inilah hidup...
Penuh makhluk-Nya, penuh dengan kuasa-Nya
Di alam raya...penuh dengan suka dan duka
Sholikah
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Solo.
Solopos
Pesan dari Surga | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 02 Agustus 2009 , Hal.V
Pesan dari Surga
Mungkin engkau tak bisa...
menjadi presiden negara adidaya
atau sekjen perserikatan bangsa-bangsa
yang seolah punya kuasa
untuk mengubah dunia
Mungkin engkau juga bukan...
anggota pasukan perdamaian
atau seorang duta kemanusiaan
yang berharap dapat memperbaiki keadaan
atau sekadar membawa sedikit perubahan
Tetapi - mungkin hanya -
dengan sebuah senyuman
yang kauberikan dengan ikhlas
atau sebuah uluran tangan
yang tiada mengharap balas
engkau pun dapat mewarnai dunia
- atau setidaknya -
menyentuh hati manusia
yang kautemui di mana saja
untuk meneruskan sebuah pesan dari surga
yang telah kaubisikkan ke depannya
Agus Dwi Setyawan
Alumni SMK Kristen 1 Solo tahun 2008/2009.
(Rafi, Fajar – Wasis)
Solopos
Pesan dari Surga
Mungkin engkau tak bisa...
menjadi presiden negara adidaya
atau sekjen perserikatan bangsa-bangsa
yang seolah punya kuasa
untuk mengubah dunia
Mungkin engkau juga bukan...
anggota pasukan perdamaian
atau seorang duta kemanusiaan
yang berharap dapat memperbaiki keadaan
atau sekadar membawa sedikit perubahan
Tetapi - mungkin hanya -
dengan sebuah senyuman
yang kauberikan dengan ikhlas
atau sebuah uluran tangan
yang tiada mengharap balas
engkau pun dapat mewarnai dunia
- atau setidaknya -
menyentuh hati manusia
yang kautemui di mana saja
untuk meneruskan sebuah pesan dari surga
yang telah kaubisikkan ke depannya
Agus Dwi Setyawan
Alumni SMK Kristen 1 Solo tahun 2008/2009.
(Rafi, Fajar – Wasis)
Solopos
Puisi Maria Monasias Nataliani | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 26 Juli 2009 , Hal.IV
Semu
Mengucur darah
Mengucur peluh
Aku hanyalah semu
Tak rindu ke dalam kalbu
Mengucur darah
Mengucur peluh
Aku benar-benar semu
Tak bisa merindu
Tak rupa berpadu
Mengucur darah
Mengucur peluh
Aku, semu!
Aku, mati!
Dan tak bisa hidup lagi!
Sembahyang
Kata merangkai jiwa
Sejuta rasa bertiada tara
Mengungguk penuh iba
Pada-Nya sang Pencipta
Niat baikku
Niat tulusku
Merangkai terang
Mencipta petang
Sembahyang...
Maria Monasias Nataliani,
SMAN 3 Solo Kelas X-6.
Solopos
Semu
Mengucur darah
Mengucur peluh
Aku hanyalah semu
Tak rindu ke dalam kalbu
Mengucur darah
Mengucur peluh
Aku benar-benar semu
Tak bisa merindu
Tak rupa berpadu
Mengucur darah
Mengucur peluh
Aku, semu!
Aku, mati!
Dan tak bisa hidup lagi!
Sembahyang
Kata merangkai jiwa
Sejuta rasa bertiada tara
Mengungguk penuh iba
Pada-Nya sang Pencipta
Niat baikku
Niat tulusku
Merangkai terang
Mencipta petang
Sembahyang...
Maria Monasias Nataliani,
SMAN 3 Solo Kelas X-6.
Solopos
Puisi-puisi Santi Pratiwi Tri Utami | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 19 Juli 2009 , Hal.VIII
Warung Kejujuran
Panggung itu bak warung pinggiran
Walau kumuh namun lezat bukan kepalang
Tak sedikit yang tergoda
Mencicipi nikmatnya rasa
Pengunjung datang bergantian
Tak jarang cuma gratisan
Atau malah karena tawaran
Dari bos yang berkantong tebal
Korupsi hidangan wajib tiap hari
Manipulasi santapan khas warung ini
Sayang justru tak sedia makanan inti
Menu kejujuran yang sedang laris dicari
Menikmati Kejahatan
Ada nyonya kaya raya
Sibuk memulas wajahnya
Agar manis di depan jaksa
Mungkin coba mencari celah
Bagi kasusnya yang bikin muntah
Menurutnya di bui biasa saja
Asal jangan mati gaya
Anggap saja sedang di vila
Kalau perlu bikin salon pribadi
Lengkap dengan creambath dan spa
*) Santi Pratiwi Tri Utami
(Alumnus PBI Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Solopos
Warung Kejujuran
Panggung itu bak warung pinggiran
Walau kumuh namun lezat bukan kepalang
Tak sedikit yang tergoda
Mencicipi nikmatnya rasa
Pengunjung datang bergantian
Tak jarang cuma gratisan
Atau malah karena tawaran
Dari bos yang berkantong tebal
Korupsi hidangan wajib tiap hari
Manipulasi santapan khas warung ini
Sayang justru tak sedia makanan inti
Menu kejujuran yang sedang laris dicari
Menikmati Kejahatan
Ada nyonya kaya raya
Sibuk memulas wajahnya
Agar manis di depan jaksa
Mungkin coba mencari celah
Bagi kasusnya yang bikin muntah
Menurutnya di bui biasa saja
Asal jangan mati gaya
Anggap saja sedang di vila
Kalau perlu bikin salon pribadi
Lengkap dengan creambath dan spa
*) Santi Pratiwi Tri Utami
(Alumnus PBI Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Solopos
Puisi-puisi Alifia Fathur Rizkiyah | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 19 Juli 2009 , Hal.IV
Jauh
Kenangan itu kini menjauh
Semakin jauh tuk diraih
Harapan itu kini tlah menguap
Terbang bebas bagai asap
Begitu juga dengan kau...
Bayanganmu tlah jauh dari hatiku
Harapan dan asaku tlah hilang
Perasaan yang tertata kini mulai goyah
Sikapmu tlah matikan hatiku
Dustamu tlah kubur percayaku
Dan pengkhianatan ini
Tlah merobek rasa yang kita jaga...
2009-06-03; 16:30
Selintas Kenangan
Kenangan itu begitu saja datang membayang
Tertawa, terbang ke awang-awang
Namun, sedetik kemudian aku menangis pilu
Mengenang semua hanyalah semu
Melihat tawamu adalah bahagiaku
Menyentuh tanganmu mengobati rinduku
Berpeluk denganmu mengobati resahku
Mencium dirimu kenangan terindah buatku
Dan kini ku hanya bisa menunduk
Menatap dirimu jauh di sana
Menatap kenangan yang terkubur
Dalam pusaramu...
Maafkan aku yang tak bisa menemani
saat-saat terakhirmu
Maafkan aku yang belum bisa seperti yang kau mau
Namun...
Namamu kan slalu terukir dalam hatiku
Selalu...
Special for my grandma, semoga tenang di sana.
I love you... you’ll always stay in my heart
Makamhaji, 9 Juni 2009 -
Alifia Fathur Rizkiyah
Solopos
Jauh
Kenangan itu kini menjauh
Semakin jauh tuk diraih
Harapan itu kini tlah menguap
Terbang bebas bagai asap
Begitu juga dengan kau...
Bayanganmu tlah jauh dari hatiku
Harapan dan asaku tlah hilang
Perasaan yang tertata kini mulai goyah
Sikapmu tlah matikan hatiku
Dustamu tlah kubur percayaku
Dan pengkhianatan ini
Tlah merobek rasa yang kita jaga...
2009-06-03; 16:30
Selintas Kenangan
Kenangan itu begitu saja datang membayang
Tertawa, terbang ke awang-awang
Namun, sedetik kemudian aku menangis pilu
Mengenang semua hanyalah semu
Melihat tawamu adalah bahagiaku
Menyentuh tanganmu mengobati rinduku
Berpeluk denganmu mengobati resahku
Mencium dirimu kenangan terindah buatku
Dan kini ku hanya bisa menunduk
Menatap dirimu jauh di sana
Menatap kenangan yang terkubur
Dalam pusaramu...
Maafkan aku yang tak bisa menemani
saat-saat terakhirmu
Maafkan aku yang belum bisa seperti yang kau mau
Namun...
Namamu kan slalu terukir dalam hatiku
Selalu...
Special for my grandma, semoga tenang di sana.
I love you... you’ll always stay in my heart
Makamhaji, 9 Juni 2009 -
Alifia Fathur Rizkiyah
Solopos
Puisi-puisi Johan Bhimo Sukoco | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 12 Juli 2009 , Hal.VIII
Sejarah Jarahan
Masihkah kau di sini?
Bergerak memandang kota
Yang dulu hanya berhias becak
Kini berganti dengan taksi dan asap
Masihkah kau tinggikan bahumu?
Melihat budaya yang makin tergerus
Berpindah tangan pada pengelola hiburan
Ataukah kau bahkan buta?
Adakah kau mencibir?
Membiarkan sejarah menjadi jarahan
Membiarkan budaya menjadi tak berdaya
Masihkah ada rasa rindu darimu?
Menyambut menara-menara meninggi,
Menyahut tanah terpatri semen?
Kau dan aku masih sama seperti dulu
Menggayung rupiah lebih enak
Dari sekadar,
Melihat budaya terpelihara
Terjerat Untung
Bualan calon petinggi
Meraup suara dalam sengsara
Terjerat janji, terpasung mimpi
Lantaran kerap merugi
Desah angin menyambut hujan
Lahan basahlah yang paling dicari
Menghindari kering pada kantong rekening
Meraup untung dalam peruntungan:
Pemilu -
*) Johan Bhimo Sukoco
Pegiat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Visi FISIP UNS. Puisi dan cerpennya dimuat dalam kumpulan Cerpen dan puisi (KCP) berjudul Reinterpretasi Cerita Rakyat terbitan lembaga pers yang sama.
Solopos
Sejarah Jarahan
Masihkah kau di sini?
Bergerak memandang kota
Yang dulu hanya berhias becak
Kini berganti dengan taksi dan asap
Masihkah kau tinggikan bahumu?
Melihat budaya yang makin tergerus
Berpindah tangan pada pengelola hiburan
Ataukah kau bahkan buta?
Adakah kau mencibir?
Membiarkan sejarah menjadi jarahan
Membiarkan budaya menjadi tak berdaya
Masihkah ada rasa rindu darimu?
Menyambut menara-menara meninggi,
Menyahut tanah terpatri semen?
Kau dan aku masih sama seperti dulu
Menggayung rupiah lebih enak
Dari sekadar,
Melihat budaya terpelihara
Terjerat Untung
Bualan calon petinggi
Meraup suara dalam sengsara
Terjerat janji, terpasung mimpi
Lantaran kerap merugi
Desah angin menyambut hujan
Lahan basahlah yang paling dicari
Menghindari kering pada kantong rekening
Meraup untung dalam peruntungan:
Pemilu -
*) Johan Bhimo Sukoco
Pegiat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Visi FISIP UNS. Puisi dan cerpennya dimuat dalam kumpulan Cerpen dan puisi (KCP) berjudul Reinterpretasi Cerita Rakyat terbitan lembaga pers yang sama.
Solopos
Puisi-puisi Rahma Widyastuti | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 05 Juli 2009 , Hal.VIII
Cinta Solo-Jogja
.
Sepasang hati berpadu rasa
Memberikan suasana ceria di sudut kota
Menjadikan mata iri merasa
Seakan mencela tanpa tutur kata
Lagu indah dengan sajak kesedihan
Membuburkan lantunan hati
Menyanyikan kisah sepasang merpati
Kereta senja pun menjadi saksi
Menjadi pertama dalam lagu kenangan
Memaparkan perjalanan cinta Solo-Jogja
Bahagia dan kecewa jauh tertempuh
Berakhir nan pupus teraniaya
Khayalan abadi yang selalu meragu
Seakan bertanya dan tak percaya
Akankah kekal cinta itu
Ataukah luntur terseret guntur
Guru Kebaikan
Sebuah perjalanan yang jauh dan melelahkan
Ini cerita sesaat yang menjadikan guru kebaikan
Liku-liku yang membingungkan
Mulai dari pagi, hingga beranjak usai
Tanda kekalahan memberikan aba peringatan
Seolah mengingatkan langkah ini berhenti
Memang lelah raga ini
Ketika aku mencoba berdiri
Seolah waktu tak memihakku
Saat malam menggantikan senja
Bisikan kecil mendekati telinga
Suara alam beserta angin malam
Mulai berbicara, mulai bercerita
Kau takkan menang, kau takkan bisa
Turuti nafsu dan amarahmu
Lawan...! lawan dan tahan
Apa yang kau inginkan
Serta semua yang kau rasakan
*) Rahma Widyastuti
Manggeh RT 1/RW V, Tegalgede, Karanganyar, Karanganyar 57714.
Solopos
Cinta Solo-Jogja
.
Sepasang hati berpadu rasa
Memberikan suasana ceria di sudut kota
Menjadikan mata iri merasa
Seakan mencela tanpa tutur kata
Lagu indah dengan sajak kesedihan
Membuburkan lantunan hati
Menyanyikan kisah sepasang merpati
Kereta senja pun menjadi saksi
Menjadi pertama dalam lagu kenangan
Memaparkan perjalanan cinta Solo-Jogja
Bahagia dan kecewa jauh tertempuh
Berakhir nan pupus teraniaya
Khayalan abadi yang selalu meragu
Seakan bertanya dan tak percaya
Akankah kekal cinta itu
Ataukah luntur terseret guntur
Guru Kebaikan
Sebuah perjalanan yang jauh dan melelahkan
Ini cerita sesaat yang menjadikan guru kebaikan
Liku-liku yang membingungkan
Mulai dari pagi, hingga beranjak usai
Tanda kekalahan memberikan aba peringatan
Seolah mengingatkan langkah ini berhenti
Memang lelah raga ini
Ketika aku mencoba berdiri
Seolah waktu tak memihakku
Saat malam menggantikan senja
Bisikan kecil mendekati telinga
Suara alam beserta angin malam
Mulai berbicara, mulai bercerita
Kau takkan menang, kau takkan bisa
Turuti nafsu dan amarahmu
Lawan...! lawan dan tahan
Apa yang kau inginkan
Serta semua yang kau rasakan
*) Rahma Widyastuti
Manggeh RT 1/RW V, Tegalgede, Karanganyar, Karanganyar 57714.
Solopos
Cinta | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 12 Juli 2009 , Hal.IV
Cinta
Cinta...
Izinkan aku terbang jauh darimu,
biarkan jiwaku mati tanpamu.
Sayap ini telah mulai rapuh, lelah
dan lemah. Aku putus asa.
Cinta...
Jauhkan aku darimu, biarkan kegelapan menjagaiku dari pesonamu yang menyiksa. Aku ingin melupakan keinginan memilikimu. Aku tak pernah bahagia memilikimu
di hatiku.
Cinta...
Letakkan aku di dalam kesunyian, agar
jasad ini membusuk dan lenyap oleh waktu. Dan kenangan akan menguburku di bawah makam
bernisankan mimpi-mimpi yang tak pernah menjadi nyata.
Cinta...
Larutkan rasaku ini di dalam aliran air yang jernih itu, sehingga tubuhku
menyatu dengannya, kemudian hilang
entah ke mana.
Aku hanya ingin melarikan diri.
Cinta...
Cobalah kau ubah hidupku, apakah benar yang orang katakan tentangmu ”bahwa engkau adalah segalanya”.
”Bahwa kau adalah titik terdalam dari
kebahagiaan.” Cobalah perbaiki hatiku yang hancur.
Cinta...
Ajari aku mengerti artimu
sesungguhnya, jikalau terlalu sulit bagimu
mengartikan diriku. Tolong untuk
kali ini saja.
Cinta...
Cinta...
Cinta...
Aku tetap tak bisa mengerti tentang kamu
Tentang maknamu, keinginanmu, apapun.
Angel Rose
SMA Kristen 1 Solo.
Solopos
Cinta
Cinta...
Izinkan aku terbang jauh darimu,
biarkan jiwaku mati tanpamu.
Sayap ini telah mulai rapuh, lelah
dan lemah. Aku putus asa.
Cinta...
Jauhkan aku darimu, biarkan kegelapan menjagaiku dari pesonamu yang menyiksa. Aku ingin melupakan keinginan memilikimu. Aku tak pernah bahagia memilikimu
di hatiku.
Cinta...
Letakkan aku di dalam kesunyian, agar
jasad ini membusuk dan lenyap oleh waktu. Dan kenangan akan menguburku di bawah makam
bernisankan mimpi-mimpi yang tak pernah menjadi nyata.
Cinta...
Larutkan rasaku ini di dalam aliran air yang jernih itu, sehingga tubuhku
menyatu dengannya, kemudian hilang
entah ke mana.
Aku hanya ingin melarikan diri.
Cinta...
Cobalah kau ubah hidupku, apakah benar yang orang katakan tentangmu ”bahwa engkau adalah segalanya”.
”Bahwa kau adalah titik terdalam dari
kebahagiaan.” Cobalah perbaiki hatiku yang hancur.
Cinta...
Ajari aku mengerti artimu
sesungguhnya, jikalau terlalu sulit bagimu
mengartikan diriku. Tolong untuk
kali ini saja.
Cinta...
Cinta...
Cinta...
Aku tetap tak bisa mengerti tentang kamu
Tentang maknamu, keinginanmu, apapun.
Angel Rose
SMA Kristen 1 Solo.
Solopos
Puisi-puisi Latifah | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 28 Juni 2009 , Hal.IV
Tuhan
Kini kusadar
Ku jauh dengan-Mu
Sujudku tak sekhusyuk dulu
Butiran nafasku tercecer
Tangisku menggema
Di sudut dusta
Tuhan,
Masihkah ada
Sedikit cahaya terang untukku
Ku tak kuasa berlari
Yang tampak olehku hanya gelap
Dalam air mataku
Ada satu asa yang kunanti
Tuntunku kembali ke jalan-Mu lagi
Agar nanti
Kudapati serpihan senyum lagi
Yang dulu hilang
Karna kebodohanku
Karna kesombonganku
Dan karna kekhilafanku
Terimalah sujudku ini
Jenuh
Kurasa hati ini telah lapuk
Kurasa raga ini telah mati
Entahlah,
Bahkan tak tersisa
Sedikit pun rasa
Ruang hati ini berserakan
Tak menentu
Jantung pun berdetak
Tak sekencang dulu lagi
Maksud hati tak ingin menyakiti
Tapi apa daya
Ku tak kuasa lagi
Maafkan,
Bila ku tak sanggup
Berdiri di sampingmu lagi
Maafkan,
Bila raga ini tak bisa
Menjamahmu lagi
Mungkin hati ini telah mati
Karna kau telah lama pergi
Kutulis senandung ini
Sebagai dedikasiku tertinggi
Latifah
XI IPA 2, SMA Negeri 7,
Jl Mr Muh Yamin 79, Solo.
Solopos
Tuhan
Kini kusadar
Ku jauh dengan-Mu
Sujudku tak sekhusyuk dulu
Butiran nafasku tercecer
Tangisku menggema
Di sudut dusta
Tuhan,
Masihkah ada
Sedikit cahaya terang untukku
Ku tak kuasa berlari
Yang tampak olehku hanya gelap
Dalam air mataku
Ada satu asa yang kunanti
Tuntunku kembali ke jalan-Mu lagi
Agar nanti
Kudapati serpihan senyum lagi
Yang dulu hilang
Karna kebodohanku
Karna kesombonganku
Dan karna kekhilafanku
Terimalah sujudku ini
Jenuh
Kurasa hati ini telah lapuk
Kurasa raga ini telah mati
Entahlah,
Bahkan tak tersisa
Sedikit pun rasa
Ruang hati ini berserakan
Tak menentu
Jantung pun berdetak
Tak sekencang dulu lagi
Maksud hati tak ingin menyakiti
Tapi apa daya
Ku tak kuasa lagi
Maafkan,
Bila ku tak sanggup
Berdiri di sampingmu lagi
Maafkan,
Bila raga ini tak bisa
Menjamahmu lagi
Mungkin hati ini telah mati
Karna kau telah lama pergi
Kutulis senandung ini
Sebagai dedikasiku tertinggi
Latifah
XI IPA 2, SMA Negeri 7,
Jl Mr Muh Yamin 79, Solo.
Solopos
Sajak-sajak Atik Mulyani | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 21 Juni 2009 , Hal.VIII
Ambang Cinta
Miskinnya kata-kataku bukan suatu arti
Aku tidak mampu berucap kepadamu
Adalah sebuah pilihan untuk tetap membisu
Meski jalan ini tidak akan terbaca
Merah, jingga, unggu serupa pelangi
Simbol pesona yang selalu kau tawarkan
Sejenak logika bertanya
Adakah celah akan terbuka?
Sedangkan dinding ini berpagar baja
Di awan burung mulai menari-nari
Menyanyikan lagu-lagunya merdu merayu
Entah mereka tertawa
Entah sedang berempati
Menawarkan satu jawaban
Verboden
Beranjak dari ketidakpastian
Langkah kaki ini sesungguhnya gontai
Bisikan sederet kata sarat petuah
Tak henti mengiang-ngiang di telinga
Membujuk
Meradang
Menahan
Selangkah tersendat
Lagi, lagi dan lagi
Debu jalanan mulai mengotori wajah
Putting beliung pun menghentikan seluruh jejak
Ah, gerimis senja kembali datang
Tetapi hari ini tidak sama dengan kemarin
Isteriku, masuklah ke rumah
Aku tidak pulang kali ini
Kita akan bercerita esok
Maaf, aku kirim ”SMS” dari balik jeruji,
rutan di perbatasan kota kita
*) Atik Mulyani S.Sos
Mutihan RT 04/RW XI, Sondakan, Laweyan, Solo 57147.
Solopos
Ambang Cinta
Miskinnya kata-kataku bukan suatu arti
Aku tidak mampu berucap kepadamu
Adalah sebuah pilihan untuk tetap membisu
Meski jalan ini tidak akan terbaca
Merah, jingga, unggu serupa pelangi
Simbol pesona yang selalu kau tawarkan
Sejenak logika bertanya
Adakah celah akan terbuka?
Sedangkan dinding ini berpagar baja
Di awan burung mulai menari-nari
Menyanyikan lagu-lagunya merdu merayu
Entah mereka tertawa
Entah sedang berempati
Menawarkan satu jawaban
Verboden
Beranjak dari ketidakpastian
Langkah kaki ini sesungguhnya gontai
Bisikan sederet kata sarat petuah
Tak henti mengiang-ngiang di telinga
Membujuk
Meradang
Menahan
Selangkah tersendat
Lagi, lagi dan lagi
Debu jalanan mulai mengotori wajah
Putting beliung pun menghentikan seluruh jejak
Ah, gerimis senja kembali datang
Tetapi hari ini tidak sama dengan kemarin
Isteriku, masuklah ke rumah
Aku tidak pulang kali ini
Kita akan bercerita esok
Maaf, aku kirim ”SMS” dari balik jeruji,
rutan di perbatasan kota kita
*) Atik Mulyani S.Sos
Mutihan RT 04/RW XI, Sondakan, Laweyan, Solo 57147.
Solopos
Puisi-puisi Nissya Arienda | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 21 Juni 2009 , Hal.IV
Broken Heart
Bercucuran air mataku
Ketika ia datang dengan kabar itu
Kacaukan suasana hatiku
Hadirkan nuansa sendu
Kala persahabatan dan cinta diadu
Belum juga kuungkap semua
Telanjur sudah kau memilihnya
Pupus sudah segunung harapanku
Runtuhlah benteng terakhir semangatku
Remuk redam kini nuraniku
Saat tatapan egois itu menyapaku
Mungkin hanya di ruang rindu
Kudapat menemuimu
Mengungkap rasa di relung hatiku
Tapi di sini aku...
Rasakan jemariku tak kuasa menggapaimu
Ku Menanti
Sunyi...sepi...
Tanpa hadirmu wahai kekasih
Yang dulu hiasi hari
Dengan cinta, sayang dan kasih
Motivator raga ini
Sunyi...sepi...
Berlalu bersama kepergianmu
Tinggalkan diri di sini
Dalam jejak bimbang dan ragu
Yang kau tanam dalam hati
Sunyi...sepi...
Tanpa canda dan tawa
Bujuk rayu dalam untai kata
Seperti saat hadirmu di sini
Yang buatku jadi berarti
Dalam tiap langkahku ini
Hanya dirimu yang masih kunanti
*) Nissya Arienda
SMP Negeri 9 Solo, Jl Sekar Jagad 1, Laweyan, Solo.
Solopos
Broken Heart
Bercucuran air mataku
Ketika ia datang dengan kabar itu
Kacaukan suasana hatiku
Hadirkan nuansa sendu
Kala persahabatan dan cinta diadu
Belum juga kuungkap semua
Telanjur sudah kau memilihnya
Pupus sudah segunung harapanku
Runtuhlah benteng terakhir semangatku
Remuk redam kini nuraniku
Saat tatapan egois itu menyapaku
Mungkin hanya di ruang rindu
Kudapat menemuimu
Mengungkap rasa di relung hatiku
Tapi di sini aku...
Rasakan jemariku tak kuasa menggapaimu
Ku Menanti
Sunyi...sepi...
Tanpa hadirmu wahai kekasih
Yang dulu hiasi hari
Dengan cinta, sayang dan kasih
Motivator raga ini
Sunyi...sepi...
Berlalu bersama kepergianmu
Tinggalkan diri di sini
Dalam jejak bimbang dan ragu
Yang kau tanam dalam hati
Sunyi...sepi...
Tanpa canda dan tawa
Bujuk rayu dalam untai kata
Seperti saat hadirmu di sini
Yang buatku jadi berarti
Dalam tiap langkahku ini
Hanya dirimu yang masih kunanti
*) Nissya Arienda
SMP Negeri 9 Solo, Jl Sekar Jagad 1, Laweyan, Solo.
Solopos
Puisi-puisi Roni Tri Juwarko | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 14 Juni 2009 , Hal.IV
Bosan
Kukatakan ini
meski aku sedang tak ingin bicara
apalagi mengumbar makna
bah, aku tahu itu cuma bikin dosa
Terpaksa kukatakan juga
meski aku enggan bercakap
biarpun hanya seucap
ini rahasia kita
Tapi akan tetap kukatakan
meski sebenarnya aku ingin diam
cuma satu ingin kubilang
aku sudah bosan
Dirimu
Ada kebencianku padamu
kekal di sini
ada juga rinduku
di hatiku
Ada senyummu
cibiranmu
juga hinaanmu
semua kuterima
Biarlah,
toh, tak ada yang hilang dariku
cukuplah,
itu bukti perhatianmu padaku
Sajak Kita
Sajak kita adalah tentang mimpi
Cerita-cerita semalam
Hadir dalam sebuah tidur panjang
Hanya sekejap
Lalu lenyap
Bersama jatuhnya embun ke bumi
Sajak kita adalah janji
Bukan hitam di atas putih
Tapi ada dalam hati
Roni Tri Juwarko,
SMP Negeri 3 Wonogiri, Jl Ki Mangunsarkoro, Wonogiri.
Solopos
Bosan
Kukatakan ini
meski aku sedang tak ingin bicara
apalagi mengumbar makna
bah, aku tahu itu cuma bikin dosa
Terpaksa kukatakan juga
meski aku enggan bercakap
biarpun hanya seucap
ini rahasia kita
Tapi akan tetap kukatakan
meski sebenarnya aku ingin diam
cuma satu ingin kubilang
aku sudah bosan
Dirimu
Ada kebencianku padamu
kekal di sini
ada juga rinduku
di hatiku
Ada senyummu
cibiranmu
juga hinaanmu
semua kuterima
Biarlah,
toh, tak ada yang hilang dariku
cukuplah,
itu bukti perhatianmu padaku
Sajak Kita
Sajak kita adalah tentang mimpi
Cerita-cerita semalam
Hadir dalam sebuah tidur panjang
Hanya sekejap
Lalu lenyap
Bersama jatuhnya embun ke bumi
Sajak kita adalah janji
Bukan hitam di atas putih
Tapi ada dalam hati
Roni Tri Juwarko,
SMP Negeri 3 Wonogiri, Jl Ki Mangunsarkoro, Wonogiri.
Solopos
Sajak-sajak Drs Sunarso MM | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 14 Juni 2009 , Hal.VIII
Kupu-kupu di Kegelapan Malam
Malam hening
pikiran berputar bagai baling-baling
kupu-kupu beterbangan cari mangsa
sayapnya yang indah bak memanggilnya
namun ia tak mencari bunga
yang dicari kumbang perkasa
belang warna hidungnya
tuk diperas tenaganya
Malam kelam
sunyi semakin dalam
kota kumuh itu pun terasa lumpuh
kupu-kupu penuh peluh
terbang ke sana ke mari tak ada yang peduli
kumbang perkasa pun tak muncul lagi
tak putus asa dalam mencari mangsa
tuk menyambung hidup di alam fana
tak peduli muda atau tua renta
yang penting bisa dimangsa
Rintik hujan membasahi bumi
seolah tak mau kompromi
alam fana semakin hampa
kupu-kupu pun akhirnya puasa
bukan karena perintah agama
tapi memang tak ada yang dimangsa
buah hati cinta sesaatnya
menanti di rumah bersama neneknya
dalam kegelapan malam
tak ada sesuap makan yang diharapkan
Solo, 2 Maret 2009
Haus Kedamaian
Coba lihat Kutub Utara!
Es yang ada di sana tak mampu bicara
Itu salah siapa?
Apa karena kita tak mengajarinya?
Bukan...!
Yang salah segelintir oknum gila
Mereka kejam dengan senjata ampuhnya
Bumi kita digilas dan ditindas dengan culas
Namun ia sabar tak mau membalas
Bukan karena takut
Tapi alam pikirannya sedang kalut
Tetes-tetes air mata membasahi pipinya
Jatuh menyapu daratan yang ada
Terdengar alunan lagu sendu penuh pilu
Menenggelamkan seribu pulau
Udara panas semakin ganas
Menyerang dan menerjang bebas
Membabi buta hingga nyasar ke mana-mana
Kutub Utara diserangnya juga
Sakit terasa dalam tak tertahankan
Membelenggu jiwa yang haus kedamaian
Bumi kita menangis tersedu-sedu
Jantung dan hatinya tersayat sembilu
Solo, 3 Maret 2009
*) Drs Sunarso MM
Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo.
Solopos
Kupu-kupu di Kegelapan Malam
Malam hening
pikiran berputar bagai baling-baling
kupu-kupu beterbangan cari mangsa
sayapnya yang indah bak memanggilnya
namun ia tak mencari bunga
yang dicari kumbang perkasa
belang warna hidungnya
tuk diperas tenaganya
Malam kelam
sunyi semakin dalam
kota kumuh itu pun terasa lumpuh
kupu-kupu penuh peluh
terbang ke sana ke mari tak ada yang peduli
kumbang perkasa pun tak muncul lagi
tak putus asa dalam mencari mangsa
tuk menyambung hidup di alam fana
tak peduli muda atau tua renta
yang penting bisa dimangsa
Rintik hujan membasahi bumi
seolah tak mau kompromi
alam fana semakin hampa
kupu-kupu pun akhirnya puasa
bukan karena perintah agama
tapi memang tak ada yang dimangsa
buah hati cinta sesaatnya
menanti di rumah bersama neneknya
dalam kegelapan malam
tak ada sesuap makan yang diharapkan
Solo, 2 Maret 2009
Haus Kedamaian
Coba lihat Kutub Utara!
Es yang ada di sana tak mampu bicara
Itu salah siapa?
Apa karena kita tak mengajarinya?
Bukan...!
Yang salah segelintir oknum gila
Mereka kejam dengan senjata ampuhnya
Bumi kita digilas dan ditindas dengan culas
Namun ia sabar tak mau membalas
Bukan karena takut
Tapi alam pikirannya sedang kalut
Tetes-tetes air mata membasahi pipinya
Jatuh menyapu daratan yang ada
Terdengar alunan lagu sendu penuh pilu
Menenggelamkan seribu pulau
Udara panas semakin ganas
Menyerang dan menerjang bebas
Membabi buta hingga nyasar ke mana-mana
Kutub Utara diserangnya juga
Sakit terasa dalam tak tertahankan
Membelenggu jiwa yang haus kedamaian
Bumi kita menangis tersedu-sedu
Jantung dan hatinya tersayat sembilu
Solo, 3 Maret 2009
*) Drs Sunarso MM
Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo.
Solopos
Sajak-sajak Manggar Astiti | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 07 Juni 2009 , Hal.VIII
Ruang cahaya pun menjelang
serupa penjaga
balut waswas, tempias gelisah
untuk bergumul pudar
merapikan rasa pada asa
memberi salam tanda permulaan
Dalam kedap gelisah, 2009
Engkau Siapa?
Menawan angan dalam peraduan
Terlalu indah mengantar senja
Embusan angin gemulai hadir
Membisikkan kata
tiada berarti
Hanya setitah belaka
luapan emosi
Saat kupijakkan hatiku padamu
Kutemukan apa
Apapun ia, sang pujangga cinta
Menarik diri dari duri
Selendang biru ungkapkan hati
panjang
membentang
sarat akan makna
Menyibak tabir halus, engkau siapa?
*) Manggar Astiti
Alumnus LPJS angkatan 2.
Solopos
|
Mengiring Firasat Khawatir Desiran angin membelai mengajak tuk berkulai tuk mengiring serumpun firasat khawatir menjulang pergi dengan tarian gemulai kupu-kupu |
Ruang cahaya pun menjelang
serupa penjaga
balut waswas, tempias gelisah
untuk bergumul pudar
merapikan rasa pada asa
memberi salam tanda permulaan
Dalam kedap gelisah, 2009
Engkau Siapa?
Menawan angan dalam peraduan
Terlalu indah mengantar senja
Embusan angin gemulai hadir
Membisikkan kata
tiada berarti
Hanya setitah belaka
luapan emosi
Saat kupijakkan hatiku padamu
Kutemukan apa
Apapun ia, sang pujangga cinta
Menarik diri dari duri
Selendang biru ungkapkan hati
panjang
membentang
sarat akan makna
Menyibak tabir halus, engkau siapa?
*) Manggar Astiti
Alumnus LPJS angkatan 2.
Solopos
Puisi Petra Lugas Nuswantoro | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 31 Mei 2009 , Hal.IV
|
|
Tak Terlupakan Awal jumpa tiada kata terucap Tanpa sapa hanya senyum Hari berganti Canda tawa temani kita Bulan bahkan tahun Terlewati sudah Jemari menggenggam Menghangatkan kebersamaan Di antara kawan Tak sadar di ambang akhir Perlahan terlepas jemari Mencari arah tujuan tiba ‘tuk asa dan cita Suasana nan indah Bersama kawan Tak terlupa Persahabatan Aku tertawa bercanda dengan sahabat Menangis pun bersama Hadapi ujian, cobaan, rintangan bersama pula Tak ada ujung Tak ada titik Tak akan putus Tak akan terburai Tak lekang waktu Semua kan tercurah dijaga dan tersimpan rapat Sgala kegalauan hati yang bimbang Sulit untuk menjadikan utuh dan erat Jagalah slalu persahabatan Petra Lugas Nuswantoro SMA Batik 1 Solo. http://www.solopos.co.id/indexminggu3.asp?id=273593 |
Sajak-sajak Dian Hartati | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 24 Mei 2009 , Hal.VIII
dari hidup
yang selalu memberi kejut
getar di dada rusuh
meluruhkan sabar
menggenapkan lingkaran usia
segala yang terang
melarungkan kelahiran
kisah lelaki menjalin
raga
ragu yang dikemas perempuan
di tempat baru itu
kau membangun kampung rahasia
tersembunyi
agar aku tak dapat melihat
rangka ini tak sekuat badai
namun cukup kokoh untuk dilalui
di sinilah sumber mata air
hati yang tak pernah kisut
walau lingkaran usia
terus menggulung
SudutBumi, 2008
Lagu Cermin
Lama aku tak mengunjungi kalian
Sejarah yang ditinggalkan pemilik pertiwi
Kebungkaman menjadikan anak negeri sesat
Labirin menghadang
memunculkan nama pengerat
Jejak itu lama tak aku kunjungi
Kelumpuhan kota
yang semakin tertindas tanpa nurani
Akal pun tak jadi pilihan guna tetapkan hati
Masihkan manusia berbudi
Memikirkan jalan pulang untuk kembali
Jika jejak sulit terlacak
ke arah mana aku harus bercermin?
*) Dian Hartati
Lahir di Bandung, 13 Desember 1983. Menyukai jalan-jalan dan menenggelamkan diri pada perjalanan kata-kata. Tinggal di Bojong Kacor No 16 RT 02/RW 12, Bandung 40191.
http://www.solopos.co.id/indexminggu3.asp?id=272730
|
Kisah Air Mata dan Mata Air ini hanya perulangan kisah ada dan ketiadaan menjalin membentuk ikatan kuat |
dari hidup
yang selalu memberi kejut
getar di dada rusuh
meluruhkan sabar
menggenapkan lingkaran usia
segala yang terang
melarungkan kelahiran
kisah lelaki menjalin
raga
ragu yang dikemas perempuan
di tempat baru itu
kau membangun kampung rahasia
tersembunyi
agar aku tak dapat melihat
rangka ini tak sekuat badai
namun cukup kokoh untuk dilalui
di sinilah sumber mata air
hati yang tak pernah kisut
walau lingkaran usia
terus menggulung
SudutBumi, 2008
Lagu Cermin
Lama aku tak mengunjungi kalian
Sejarah yang ditinggalkan pemilik pertiwi
Kebungkaman menjadikan anak negeri sesat
Labirin menghadang
memunculkan nama pengerat
Jejak itu lama tak aku kunjungi
Kelumpuhan kota
yang semakin tertindas tanpa nurani
Akal pun tak jadi pilihan guna tetapkan hati
Masihkan manusia berbudi
Memikirkan jalan pulang untuk kembali
Jika jejak sulit terlacak
ke arah mana aku harus bercermin?
*) Dian Hartati
Lahir di Bandung, 13 Desember 1983. Menyukai jalan-jalan dan menenggelamkan diri pada perjalanan kata-kata. Tinggal di Bojong Kacor No 16 RT 02/RW 12, Bandung 40191.
http://www.solopos.co.id/indexminggu3.asp?id=272730
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.