Friday, September 14, 2012

Puisi-puisi Solopos (bagian 12 habis)

Feb 21, '10 8:31 AM
untuk semuanya
Secercah harapan

Ketika pikiran bercampur seribu keinginan
Hatipun tak sanggup menahan
Ku kerahkan segenap kekuatan
Tuk menahan gejolak nafsu
Iman akan bersemi lagi
Di bawah naungan Ilahi
Dan akan terus berkembang di dalam hati
Selama ”Laa ilaaha illalloh” masih
mengakar di hati


Di ujung gelisah

Seekor burung menari di ujung gelisah
Menanti kepastian yang tak pasti
Di antara gelap dan terang
Sekarang langit yang kutuju telah runtuh
Seekor burung menari di ujung gelisah
Menunggu air kebahagiaan
Yang kubutuhkan hanyalah...
Kesabaran dan kesungguhan

- Ade Nurrohmat Himmahwan

Solopos

Dec 20, '09 2:57 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 20 Desember 2009 , Hal.IV


Seguncang cerita duka


Selamat datang kembali
Di tanah kami, di ratap duka ini

Hadirmu tak tertulis dalam mimpi
Tapi tinggalkan pilu dalam hati
Seguncang duka sejuta lara
Kau datang memupus asa
Mengajak jiwa berlalu
Dari raga yang membiru
Kenapa kau begitu rindu duka ini
Mengapa kau selalu ingin air mata ini
Tanpa beri waktu untuk kami menata hati
Selalu kau tengok suka kami
Tak henti kau beri belati pada hati
Seberapa suka kau pada tangis kami
Kini...
Kering sudah, genangan pada kelopak mata
Tak ada lagi sisa untuk nestapa
Yang akan datang


Terdengar sendu mengeluh

Pada ratap hampa ujung senja
Terulang dan berulang
Seiring cahaya menggiring hari
Menjadi hamba derita dengan segenap jiwa
Berkawan stumpuk sampah yang
Enggan bercerita
Sedang nasib terus memaksa
Memulung hari membunuh asa
Sungguh, tak ada daya untuk berbelas
Tak ada waktu menghitung pagi
Karena untukmu:
Kebahagiaan adalah seintip nasi

- *) Achmadi Joko Siswanto
Alumni Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS

Solopos

Dec 8, '09 1:12 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 06 Desember 2009 , Hal.XI

Malam pengharapan


Ke manakah raga di saat jiwa gundah
Ketika rembulan bersinar temaram
Berbalut angin yang dingin. Sepi
Adakah raga menghentak-hentak
Memanah rembulan dengan panas mentari
Membakar kesadaran dengan dosa
Menghujam dunia dengan belati
Ataukah raga ini bersimpuh
Di atas sajadah merah lusuh. Tunduk
Sambil berkata “Aku kerdil, Engkau yang akbar!”
Sampai gundah terbawa dalam mimpi. Pengharapan


Menikam maut

Seandainya bisa kutaruh nyawa di antara sujud panjangku
Di bawah basah desah zikirku
Saat malaikat terbang menjemput namaku
Aku pun terbang sendiri menjemput maut
Di antara langkah roda hidupku
Di antara bentangan tangan
Pada pagi siang dan malam
Di terang dan gelap dunia
Sepanjang usia. Misteri
Aku mencoba menikam maut
Dengan gerak lafal basmalah. Di setiap waktu


Laju bus semakin lambat

Begitulah cerita sore itu ada kegetiran di dada
Napas memburu meninggalkan laju bus yang terengah-engah
Di tengah pengembaraan jati diri
Ditemukan seonggok penantian dan harapan
Pada jiwa letih. Ketidakberdayaan adalah hakikat raga
Laju bus semakin lambat pada pendakian petang
Di gunung-gunung tertinggi kepasrahan
Ketika napas tinggal sepenggal
Dan detak melambat. Berhenti
Laju bus semakin lambat
Di manakah muaranya?

*) Wahyu Priyono
Penulis kelahiran 30 tahun yang lalu. Merangkum puisi karya sendiri dalam buku Nyanyian Jiwa; 2001 dan Antologi Adalah Cinta; 2004. Beberapa karyanya telah dimuat berbagai media, baik nasional maupun daerah. -

Solopos

Nov 25, '09 3:22 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 22 November 2009 , Hal.IV

Sembunyi alang-alang


Setelah sakit
Aku menjadi angin
Suaraku pelan untuk mengabarkan orang-orang yang akan mati
Entah, karena kusta, entah karena alergi
Bunyi anak yang menangis di pucuk rembulan
Sangsikan aku untuk melihat malam

Malam yang hening
Sehening doaku meratapi perjalanan
Bangkai waktu yang tersisa masih mengancamku
Menguraikan jeda puisi yang tertunda

Sekelebat panji-panji sudah diturunkan
Menuai kisah alang-alang kembali.
Klaten, Maret ‘09


Mengulang lagu lama

Aku kenang balada di sangkar burung
Yang koyak karena memandang badai
Seribu saudara mati, tanpa disimpan dalam hati
Aku mengulang lagu lama
Kenangan akan negeri yang elok
Terisak menggurat harga-harga yang tinggi
Mencederai nisan para pahlawan
Yang berlumut dimakan usia
Sekarang tak bisa berjanji di huma yang rimbun
Selalu kita ciptakan lagu yang tak pernah kita mengerti
Klaten, April ‘09

- *) Dendy Rudiyanta
Lahir di Klaten, 25 Maret 1974. Selain disibukkan kegiatan bisnis, juga beraktivitas teater di Klaten. Sejumlah karya puisi juga pernah dibukukan. Dua karya puisi juga pernah menjadi karya nominasi pada aj...

Solopos

Nov 25, '09 3:20 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 22 November 2009 , Hal.IX


Dua puluh satu tahun silam
Kau tlah perjuangkan segenap jiwa ragamu
Demi aku... anakmu...
Cintamu yang tulus dan suci
Tlah turut mendampingiku
Untuk mengarungi bahtera kehidupan ini

Siang malam bahkan hujan badai sekalipun
Kau tak henti peras keringat tuk sesuap nasi
Demi aku... anakmu...
Kasihmu yang tak pernah lekang oleh waktu
Mengiringi langkah hidupku waktu demi waktu

Maafkan aku wahai ibu...
Terkadang ku tak sadar tlah melukai batinmu
Kesabaranmu tlah mendewasakanku
Kasih sayangmu memberi keceriaan dalam hidupku
Cahaya batinmu tlah menuntunku
Temukan sebuah arti hidup

Aku bangga menjadi anakmu wahai ibuku...
Inginku bahagiakanmu di setiap waktuku
Ku kan berusaha persembahkan yang terbaik untukmu

Wahai ibu...
Jangan pernah kau ambil cintamu dari sisiku
Jangan pernah kau biarkan diri ini sendiri
Dalam kegelapan hidup
Tanpa arah... tanpa tujuan...

Wahai ibu...
Ku amat merindukanmu surga di telapak kakimu
Bimbing aku wahai ibu...
Karena cintamu tak kan lekang oleh waktu

- Muhammad Mahfudh A
Kelas IX IPA 2, MA Negeri 2 Solo -

Solopos

Nov 25, '09 3:13 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 15 November 2009 , Hal.IV

Janji


Setiap kali kau janji
Sebelum jabatan kau isi
Janjimu janjimu jalankan jabatan dengan suci
Janjimu janjimu jalankan jabatan dengan jujur hati
Setiap kali kau disumpah
Sebelum kursi jabatan kau jamah
Kau pejabat yang gagah
Kau pejabat yang bergairah

Ketika jabatan kau jalankan
Lupa diri, lupa janji
Ketika duduki kursi kekuasaan
Lupa juur hati, lupa langkah suci
Kau keruk harta negeri
Kau korupsi
Kau korupsi
Kau lupa janji
Kau lupa diri
Kau lupa bahwa jabatan adalah amanah yang suci!
2009


Nyaman

area nyaman
area yang nyaman dan aman
terkecapi rasa
rasa hati rasa diri rasa tentram
diri jadi nyaman
jati diri jadi aman

melaut tubuh kapan mau
melarutkan keraguan terkini
nyaman diri sudah sehati
nyaman diri sudah terpatri
nyaman diri sudah sempurna

area nyaman
area aman
sehati bersahabat erat
saat menjabat dekat terikat
saat menjabat lekati di dalam amanat

area nyaman
area aman
tercipta dengan kendali diri
tercipta dengan kendali jati diri
2009

- *) Agus Budi Wahyudi
Staf Pengajar PBSID, FKIP, UMS dan Magister Kajian Bahasa Pascasrjana UMS.

Solopos

Nov 25, '09 3:08 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 15 November 2009 , Hal.IX


Ketika hidup di atas seutas benang
Bayang-bayang kematian semakin dekat
Batu nan tajam lagi terjal menanti
Air raksa yang selalu bersorai senang
Angin dingin berbisik menghantui
Menarik tegak bulu kudukku
Buahkan rasa sakit yang mendalam
Tiada elang yang datang
Untuk sekadar mencengkeramku
Dan membawaku pergi jauh
Jauh dari jurang kematian
Jauh dari segala yang menakutkan
Agar aku tetap bertahan hidup
Agar aku dapat mengukir kehidupan lagi
Seperti sedia kala
Di mana aku dapat menatapmu
Melihat dari ujung dunia
Karena tembok tinggi membentengi
Dan darah berganti mengalir dari mataku
Walau kau terus bersumpah
Hanya Tuhanlah yang dapat menentukan
Surakarta, 22 November 2007

- Fitria Apriliani
SMA Al-Islam 1 Solo, Jl Honggowongso 94, Solo 57149.

Solopos

Nov 15, '09 8:54 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 08 November 2009 , Hal.IV

Perjanjian malam itu

Malaikat mencibir pertemuan kita
Pada sudut hati yang terdiam
Membisu
Tak mengumbar secerca cercaan pun
Terlarut perlahan
Bagaikan adukan gula dalam cangkir
Tanpa serbuk kopi
Tanpa sejumput teh
Malaikat semakin palingkan mukanya
Seraya mencatat hasil diskusi
Atas perjanjian rahasia antara kita

Permainan alam

Kau suguhkan jamuan makan malam untukku
Di atas piring tertata rapi bunga mawar
Secawan air menemani kesepian sang dupa terbakar
Tarian bibirmu
Isyarat perbincangan malam itu
Mengalir perlahan, darahmu
Seiring hembusan asap dupa
Dengan selembar kain putih yang membalut satu sayatan
Kau masih asyik dengan permainanmu
Menanggalkan mimpi dengan satu rahasia
Di musim dingin: musim penuh kekuatan

Persembunyian

Di garis merah bebatuan
semburat lapisan endodermis mengendap
mengalir
pada kekuatan magnetik bumi
panas
menyembur
lumpur tiba-tiba mengenang
bukan oase
bukan geiser
di garis merah bebatuan
tertimbun peristiwa-peristiwa langka
beribu abad yang lalu
rapi tersimpan
di sebuah bingkai kenistaan

- *) Wati Istanti SPd MPd
Lahir di Solo, 10 April 1985. Saat ini menjadi guru Bahasa Indonesia di Sekolah Internasional di Solo: Singapore Piaget Academy. Aktif menulis sajak-sajak yang telah dimuat di media cetak.

Solopos

Nov 15, '09 8:42 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 08 November 2009 , Hal.X

Luka

Pancaran sinar menutup kalbu
Sekejap mata menghilangkan rasa
Sepucuk rindu tak lagi menggebu
Relung hati terasa hampa
Kebencian terus membelenggu
Tak ada lagi cahaya rindu
Membuat hati semakin membeku
Berat rasanya tuk maafkanmu

Hati kecilku berkata
Kau tlah menyakitinya
Tak dapat terobati begitu saja
Hanya karena satu cinta


Penantian

Sinar matamu teduhkan jiwaku
Hangat terasa bagai selimut rindu
Mawar merah tumbuh dalam taman hatiku
Menebarkan pesona harum cantikmu

Sejuta rasa dan kata tlah terucap
Namun tak pernah ada jawab
Tembok baja bertengger di depan mata
Menghalangi semua cita dan rasa

Asaku takkan pernah mati untukmu
Penantianku takkan lekang oleh waktu
Hingga terucap satu jawaban dari bibirmu
Aku akan slalu menunggumu, hingga batas masaku

Alifta Mubarokah
Kerten RT 04/IV, Solo

Solopos

Nov 2, '09 1:28 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 01 November 2009 , Hal.IV


Sajak untuk negeriku

Haturku pada pejuang negeri
Dikala merah menjadi darah
Dan putih tertatih-tatih
Demi perjuangan Sang merah putih

Sumpahku pada bangsaku
Sewaktu tanah mulai menggersang
Dan air sumur menjadi kering
Hatiku tak kan pernah berpaling
Karna kau tanah airku:
Indonesia


Sent To: Indonesia

“Indonesia raya merdeka merdeka
Tanahku negeriku yang kucinta...”

Begitulah Supratman mencipta syair lagu
Penuh makna dikandung
Selayak membangkitkan jiwa patriotis

Meski Lapindo terus mengganas
Pun dengan teroris yang makin agresif
Pula pasca lepasnya sinpadan dan ligitan
Namun cintaku padamu akan tetap berlabuh

Tak kan ada negeri setegar ini

“Indonesia raya merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia raya...”

*) Johan Bhimo Sukoco
Mahasiswa D3 Manajemen Administrasi FISIP UNS Solo.

Solopos

Nov 2, '09 1:25 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 01 November 2009 , Hal.IX


Luka, cinta dan air mata


Dalam langkahku ada tawamu
Dalam bahagiaku ada bayanganmu
Dalam senduku ada duniamu

Mungkin mulut ini tertawa
Tapi hati ini tersayat
Luka, luka dan luka
Kau gores dengan pisau kata-kata
Yang menyayat hati

Rasanya ragaku tak mampu lagi
Namun cinta ini tak tercecer
Tak terseok untuk lain hati
Jiwa ini terpatri untukmu
Hanya satu pinta
Dari hati yang kau sakiti
Semoga ini yang terakhir
Luka itu kau gores lagi


Bertahan

Separuh nafasku mati
Memantul harap tak kembali
Kau tampak hanya di sisi
Namun sebenarnya kau tak ada
Di mana ada semu
Di mana ada kamu

Kaki ini tak mengerti
Untuk melangkah ke mana lagi
Rasanya telah sepi, mati
Tak tersisa lagi
Kau yang kuharap
Terdiam di dinding batu
Terpaku bersama keheningan

Mulutku tertatih,
Langkahku terseok
Terasa tak bernyawa lagi
Mati, mati dan mati
Bisakah bertahan
Di saat hati tak terpaut lagi

Latifah
SMA Negeri 7 Solo, Jl Mr Muh Yamin 79 Solo.

Solopos

Oct 26, '09 2:30 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 25 Oktober 2009 , Hal.IX


Derai-derai air matamu
Aku rasakan dengan pedih
Telah kau hadapi petaka yang menimpamu
Dengan semangat
Tapi aku juga merasakan
Kelemahan jiwa yang merayap di lubuk hatimu
Aku merasakannya
Sahabat...
Betapa kau kehilangan semuanya
Saudaramu, orangtuamu, semua yang kau cintai
Aku turut merasakannya,
Sahabat...
Untaian-untaian kenangan yang selalu kau ingat
Di sela-sela tidur nyenyakmu untuk yang tersayang
Hanya ini yang mampu ku ucapkan untukmu,
Sahabat kecilku...
Tetaplah tabah menjalaninya
Kau guru ketegaran bagi kami
Kami berdoa untukmu
Untuk orang-orang yang telah mendahului
Tenanglah,
Sahabatku...
Hidup akan tetap berjalan
Dan kau akan baik-baik saja dengan lindungan Tuhan
Untuk sahabat-sahabatku di Padang, Sumbar

*) Abda Rais Syihab
kelas VII A, SMP Negeri 1 Gondangrejo, Karanganyar.

Solopos

Oct 19, '09 10:25 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 18 Oktober 2009 , Hal.IX
.
Ketika rumah tak lagi jadi dewa
Aku merengek
Minta tak dilahirkan
Tapi apa guna?
Aku masih di sini
Menutup telinga
Sambil bertetesan air mata
Dua orang itu!
Berkobar amarah, menampik anaknya
Mereka tak pikirkan aku
Berkoar-koar, memecah
Jiwaku hampir mati
Merenungi keluarga
Yang kini bukan keluarga
Pecah
Kini, aku sendiri

Maria Monasias N
kelas XI 1A 5, SMAN 3 Solo, Jl RE Martadinata No 143, Solo. - .

Solopos

Oct 12, '09 11:23 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 11 Oktober 2009 , Hal.IV

Nasihat Ibu

Anakku!
jagalah hitungan pada tempat sebenarnya

perkalian tetap perkalian
tidak pernah menjadi pembagian
satu kali satu, tetap menjadi satu

penambahan tetap penambahan
jangan berubah pengurangan
satu ditambah satu, tetap menjadi dua

pembagian tetap pembagian
jangan berpikir untuk menjadi penambahan
satu dibagi satu, tetap menjadi satu

pengurangan tetap pengurangan
jangan dijadikan untuk perkalian
satu dikurangi satu, tetap menjadi nol

hitungan itu milik keabadian, anakku!

* Padhepokan Djagat Djawa, Magelang 30109


Mencari jejak

Langkah-langkah telah menghitung kaki
Kembali memberi tanda
Hari telah menyelesaikan waktu
Untuk dicatat dalam bumi

Malam telah rebah di gelapan
Mencari letak itu tersembunyi
Dari keterkurungan garis cakrawala
Bertanda kabut. Di keterasingan jalanan

Letak kaki-kaki, terjaga sudah
Sambil menunggu tanda-tanda
Dari peradaban yang terjaga
Memecah jalan. Menapak zaman

* Stasiun Gambir, Jakarta 30808

*) Triman Laksana
Yogyakarta 7 Juni 1961, menulis dalam bahasa Jawa dan Indonesia. Guru Tidak Tetap di SD Pabelan 02 dan Guru Eskul Sastra dan Teater di SMPN I Mungkid, Magelang.
Solopos

Oct 12, '09 11:17 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 11 Oktober 2009 , Hal.IX

Kehidupan

Diri berdiri tegak di sini
Tatap mata di depan sana
Pada aneka rupa pernik kehidupan
Yang penuh dengan tawa canda
Namun ada pula
Yang penuh dengan sedu sedan
Semaunya itu ada pada diri setiap insan
Dalam mengarungi bahtera kehidupan
Di dunia yang tak abadi


Renungan

Tatap mataku sendu
Bibirku kelu
Tenggorokanku kering
Suaraku pun hilang

Semuanya takkan ada artinya
Bila kau jauh dariku
Namun aku yakin dan percaya
Jika engkau begitu dekat Tuhan
Di sekujur tubuhku
Yang lemah dan penuh dosa ini


Malam

Sungguh, malam yang sunyi
Suara jangkrik yang berkerik
Menambah kesunyian malam ini

Di luar sana
Bintang-bintang bertaburan di angkasa raya
N’tuk terangi persada yang kelam

Malam yang gulita
Membuat orang terlelap tidur
Dalam mimpinya yang indah

*) Christina Rikawati Sri Wahyuni
Jl Bukit Mawar III/F-210 RT 02/RW 24, Sendangmulyo, Tembalang, Semarang

Solopos

Oct 5, '09 10:57 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 04 Oktober 2009 , Hal.IV

Cahaya

Gulita malam gulita hati
Genap gelap sang suci hati
Gulita malam gulita jiwa
Genap gelap sang hawa rasa
Gulita malam gulita jati diri
Genap gelap sang diri sejati

Telah gulita malam-malamku
Telah gulita hati, jiwa, jati diri yang dhuafa
Genap gelapnya segala suasana!

Kumohon cahaya pada-Mu
Doa, zikir kumengalir
Kumohon serpih cahaya-Mu
Menerangiku dalam segala suasana!

Kumohon cahaya-Mu
Menerangi langkahku
Menerangi langitku

Tuhanku, Maha Cahaya
Mana cahaya untukku?!


Bom

Ini waktu bukan untuk tertawa
Ini waktu bukan untuk bercanda
Ini waktu bukan untuk menera nama
Ini waktu bukan untuk berbagi cerita

Bom telah benar-benar meledak
Luluh lantak badan orang tubuh bangunan
Luluh lantak badan organisasi tubuh para korban

Bom telah galak dan menyalak
Luluh tubuh keamanan
Luluh seluruh kedamaian

Ini waktu untuk berduka
Ini waktu untuk terluka
Ini waktu untuk menderita
Ini waktu untuk mendata yang duka

Bom telah meledak
Bom telah menyalak
Suasana tak nyenyak

Siapa yang tak jinak?
Siapa yang tak lunak?
Aku dan Kau tidak bijak!

*) Agus Budi Wahyudi

Solopos

Oct 5, '09 10:50 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 04 Oktober 2009 , Hal.IX

Ketupat tak kudapat

Bunda,
Tak ada ketupat di meja tahun ini
Bunda,
Rumah kita pun hanya berupa tenda
Bunda,
Kenapa tahun ini tak ada ketupat?
Tanah kita berguncang hebat
Bunda,
Salah semua manusia atau
Hanya kita di Tasikmalaya?
Bunda,
Ku hanya ingin ketupat tahun ini


Lebaran di mata si miskin

Beduk-beduk berlomba bertalu
Ingar-bingarnya kian bersenandung merdu
Tak lupa takbir yang berkumandang
Aku termenung melihat hamparan putih
Orang-orang berbaju putih bersih
Ku bisa cium, bau khas dari toko
Kupalingkan mukaku
”Jangan iri-jangan iri”
Begitu kataku dalam hati
Hanya aku sosok sendiri dengan baju putih kecokelatan
Baju bekas!!!

Shanti Mareta Dewi
Kelas XII SMP Warga, Solo, Jl Monginsidi No 15 Solo. -

Solopos

Oct 2, '09 10:32 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 27 September 2009 , Hal.IX

Permohonan diri

Kupandangi langit malam
Bertaburan bintang dan cahaya rembulan
Membentuk sebuah senyuman perdamaian
Ku tengadahkan kedua tangan
Menghadap Raja Kehidupan
Ku curahkan kata dalam hati
Memohon tuk ampunan diri
Dari puing-puing kesalahan
Dari gelapnya hati
Menjalani semasa kehidupan
Ku bersujud di atas bumi
Untuk berserah diri kepada-Mu ya ... Rabbi
Ku percaya Engkau cahaya penghapus dosa
Di dalam setiap umat manusia


Penyesalan

Aku ingin seperti mereka
Bahagia tak kenal merana
Aku ingin seperti dia
Mati syahid di hadapannya
Kini...
Sepercik dosa tlah terbawa
Setetes amal tlah tiada
Hilang tak tau ke mana
Ditelan badai sajadah cinta

Noviana Endah Safitri,
SMK N 1 Solo,
Jl Sungai Kapuas No 28, Solo.

Solopos

Aug 29, '09 10:03 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 23 Agustus 2009 , Hal.VIII

Bintang

Kau begitu indah
Cahayamu berkerlipan di malam hari
Menerangi bumi yang telah gulita
Jumlahnya tak terhitung
Oleh tanganku yang mungil

Kau laksana cahaya yang gemilang
Di malam hari yang syahdu
Begitu banyak kata yang dapat
Ungkapkan segala keindahanmu
Namun satu yang pasti
Kau adalah penerang yang bermanfaat
Bagi kehidupan semua makhluk hidup
Di bumi tercinta ini


Kasihmu Tuhan

KasihMu begitu indah
KasihMu begitu membahagiakan
KasihMu tanpa pamrih
KasihMu penuh pengorbanan
KasihMu begitu pemaaf sekaligus pengampun

KasihMu selalu hadir dalam
Setiap relung hatiku yang paling terdalam
KasihMu selalu ada
Di segenap jiwa dan ragaku

Sungguh, kasihMu begitu besar
Pada diri hambaMu
Yang begitu hina ini


Damai

Damai di hatiku
Damai di jiwaku
Damai di ragaku
Damai di pikiranku

Semua ini karena kasih Tuhan
Pada diriku sebagai umat-Nya
Di setiap langkah hidupku
Dan di setiap waktu yang kujalani

*) Kristina Rikawati Sri Wahyuni

Solopos

Aug 29, '09 9:49 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 23 Agustus 2009 , Hal.IV

Terukir indah zaman ‘45
Ketika serentak rakyat berteriak...
Merdeka...

Aku terlahir untuk sebuah generasi muda
Berkobar semangat penuh juang
Aku di antara puing-puing penindasan yang biadab
Berakhir semua derita dengan kata
Merdeka

Aku ada untuk Indonesia tercinta
Dengan jiwa pembangunan
Berjuang dari kemiskinan
Menentang keangkuhan korupsi
Menindas kaum-kaum teroris

Aku ada untuk mekaran bunga kemerdekaan
Yang akan kuharapkan atas asaku
Adalah sebuah pengakuan negeri orang
Atas prestasi bukan penghinaan
Aku di antara semangat itu
Generasi penerus dengan menjadikan yang terbaik
Atas dedikasi dan jiwa nasionalisme
Kita junjung kemerdekaan itu
Tetes darah pahlawan
Tak lagi perang namun dorongan pembangunan

Kemerdekaan adalah penghargaan tertinggi
Dari pahlawan untuk kita
Kemerdekaan ialah semangat generasi muda

Monita Rossy Pratiwi
SMA Negeri 6, Jl Mr Sartono No 30, Solo.

Solopos

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.