Friday, September 14, 2012

Puisi-puisi Solopos (bagian 10)

May 24, '09 8:06 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 24 Mei 2009 , Hal.IV

Enigma Kehidupan

Hidup adalah sebuah mimpi
Mimpi yang harus kita raih
Hidup...
Adalah sebuah perjuangan
Perjuangan tuk gapai sebuah impian...

Hidup adalah cinta
Cinta yang hiasi hari kita...
Hidup adalah perjalanan
Perjalanan yang tak lekang oleh waktu...

Hidup adalah misteri
Misteri yang harus kita selesaikan...
Hidup adalah teka teki
Yang harus kita pecahkan...


Kehadiranmu

Perlahan kusimpan semua anganku
Kubuang jauh semua rasaku
Kupendam semua cintaku
Ku ingin semua berakhir...

Kehadiranmu membuka
Mata hatiku...
Membuka pintu hati
Yang tlah lama tertutup...
Tak kusadari semua itu...
Kehadiranmu buat sejuk hatiku...
Membuat indah hariku...
Membuka semua kenangan indahku...

Kehadiranmu buatku mengerti akan arti cinta...
Buatku mengerti arti hidup ini...
Buatku mengerti tentang semua hal...
Muh Faisal Reza
SMP Negeri 9 Solo,
Jl Sekar Jagad 1, Pajang, Laweyan, Solo 57146

http://www.solopos.co.id/indexminggu3.asp?id=272752

May 17, '09 10:46 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 17 Mei 2009 , Hal.VIII

Sajak Percakapan Malam

Mendung telah hinggap di bumi
Bisikan dari ruh-ruh yang akan bertamu
di rahasia alam-Mu


Kelelawar pun merasa manja
enggan kembali dalam mimpinya
sedang aku masih berada di hulu
yang melihat pekat tanpa celah

Mendung telah hinggap di bumi
Bisikan dari ruh-ruh yang akan bertamu
di rahasia alam-Mu

Menyangga pilar-pilar yang mengokohkan
untaian bening yang menyulam penuh
pada sayapmu yang hampir patah

Rapuh sudah
ketika kau akhiri malam
dengan hujan yang menyapa
dari teguran malaikat yang berdendang

Solo, 19 Februari 2009


Kidung Laba-laba

Jaring laba-laba membentuk rasa
pada dinding gereja
Camar turut bersenandung
tawarkan pesona kidung

satu sulaman yang terbingkai
telah terbentuk lukisan
penawar keadilan
di negeri yang terbengkalai

Solo, 19 Februari 2009

- *) Wati Istanti SPd MPd
Guru Bahasa Indonesia di Singapore Piaget Academy, Solo Raya. Aktif dalam penulisan karya sastra seperti puisi dan Cerpen.
rantaikata solopos.co.id

May 17, '09 10:43 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 17 Mei 2009 , Hal.IV


Suara Kami

Kami bayangan yang tumpah pada tanah
Yang terinjak jejak waktu
Kami pekat dalam gelap
Tak ada cahaya yang terpantul di tubuh kami
Atau hanya tuk membentuk difus di sini

Kami adalah bara-bara bumi
Yang tercipta begitu saja
Tanpa peristiwa. Tapi kami ada
Kami korban jaman tak waras
Yang membual jenaka tanpa mencicipi
Air mata kami yang pedas
Kami adalah tahanan
kolong-kolong nasib yang buram
Yang tak mampu bebas
Karena jeruji kami adalah mereka yang bertahta
Yang tak mau menganggap kami manusia
Tapi, bayangan hitam
yang menghalangi kilau lambo mereka
Sesungguhnya kami magma yang
Diciptakan Tuhan tuk meledak
Kapan saja.
Yang mampu telan durja mereka
Jangan anggap remeh kami!
Kami hidup di antara kalian
Bahkan lebih dekat dari nadi kalian
Di bawah kulit kalian


Parade Waktu Menunggumu

Malam ketika rembulan terbius awan
Adalah malam ketika waktu terbunuh kelam
Di sanalah aku berdiri menanti pelangi padam
Atau hanya menunggu gerimis tak berujung embun
Atau kala aku mencari
Panahku yang purna di hatinya
Yang patah di kakinya
Dan remuk di mukaku olehnya
Malam-malam panjang bersama
Angin-angin durja yang tak kunjung pulang
Adalah kala ku harapkan kembali
Panah itu utuh, kemudian
Busurku merenggang kembali
Pada sepucuk jiwa yang tenang
Yang mengalun bagai sungai nirwana
Yang mampu hanyutkanku
Pada riak airnya
Dan labuhi senja bersama
Menuju gerbang langit yang terbuka
Di bawah kaki mentari
Entah kapan...Namun,
Di ladang hatiku, ku tetap menunggu
Datangnya detik yang mampu
Hapus rintik
Dalam hati yang tercekik

Sakti Mutiara E
SMA Negeri 3 Solo, kelas X, Jl RE Martadinata No 143, Solo


rantaikata solopos.co.id

May 10, '09 10:52 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 10 Mei 2009 , Hal.VIII

Percakapan Kota

Sang kota tersenyum
menyambut kedatangan rembulan
Lalu bercakap-cakap di pelataran malam
Sambil sesekali bercanda mesra
Ditemani kopi pahit yang dipesan
dari warung sebelah


Mereka bercerita tentang buruh,
dan pengusaha
Tentang air mata PKL
yang oleh penggusuran
Tentang dewan dan kepentingan
percakapan usai menjelang subuh

Rembulan pun berpamitan
Rembulan berjanji lain hari akan datang lagi


Mata-mata Kerinduan

Bisik-bisik lirih suara
kudengar di balik jeruji besi
Semakin kumendekat
semakin jelas kudengar
Tentang puteranya, tentang isterinya
jelas kutangkap
Di antara tembok kusam dan jeruji

Kuperhatikan mata-mata kerinduan
Otot-otot tua yang menjulang
di antara daging
Menunggu saat nanti yang terindah
Kembali bersua dengan terkasih

Tak terasa jatuh titik air mataku
Teringat nasib kawan nan jauh di seberang

*) Eko Haryanto
Mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Solo.
rantaikata solopos.co.id

May 10, '09 10:40 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 03 Mei 2009 , Hal.VIII

Boneka dan Roda

tanganmu sekarang adalah boneka
bukan lagi muara pemikiranmu
yang merdeka
sebab telah lama kau gadaikan keduanya
lewat transaksi demokrasi di negara kita

kakimu sekarang adalah roda
berjalan menurut mobil milik siapa
berbelok sesuai arah kemudinya
rem terinjak berhenti seketika

kemudian bernasib seperti roda-roda lainnya
tercium aspal panas kau diam tak bersuara


Fenomena

ada fenomena baru dalam pemilu
suara yang didapat tak sesuai yang dimau
beberapa mereka-reka tentang korelasi
antara kepicikan demokrasi
dan suara tertinggi

ada juga yang dikaitkan dengan korupsi
yang pernah dikupas media belum lama ini
kemudian diterjemahkan dengan peribahasa:
”Karena setitik nila, rusak susu sebelanga”

dari pilihan yang ada,
”Silakan mencontreng mana yang Anda suka!”

Usai Pesta

pesta akbar telah berlalu
ada yang memotong tumpeng
ada pula yang diam membisu
seperti pohonan di jalanan itu
yang sama-sama tertancap paku

*) Lasinta Ari Nendra Wibawa (Ari Nendra)
Menulis puisi, cerpen, artikel, esai, drama dan lirik lagu. Karya-karya pernah dimuat di berbagai media massa lokal maupun nasional. Pemimpin Redaksi LPM Eureka FT UNS...
**Solopos


May 10, '09 10:25 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 10 Mei 2009 , Hal.IV

Ketika aku melebur dalam kedinginan
Aku mengalir
ke lembah-lembah kesunyian
Terasa lebih dingin
dari musim-musim gugur
Di mana salju telah mengubur
setiap kehangatan
Dunia adalah rumahku
Tempatku melayangkan
mimpi-mimpi maya
Merebahnya seluruh raga
Dan tempat terakhir
untuk meregangkan nyawa

Tubuhku,
Berdiri tulang-tulangku
Terkunci sendi-sendiku
Mengalir darah-darahku

Aku, rumahku, tubuhku...
Adalah batu-batu kecil dunia
Di saat musim-musim meniadakannya
Ketika lumut-lumut tumbuh memeluk
Batu-batu itu akan lapuk dan hancur
Jadi debu...

Pradita Nurmalia,
Kelas XII, SMAN 6 Solo

May 10, '09 10:23 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 03 Mei 2009 , Hal.IV

Cinta memang indah
Setiap butirnya adalah kebahagiaan
Di setiap sisinya adalah kerinduan
Manisnya kan slalu kau rasakan
Namun pahit itu pasti ada
Luka itu pasti datang
Namun cinta...
Takkan goyah karena badai
Takkan hilang tersapu ombak
Takkan pergi terbawa angin
Karena ketulusan cinta
Takkan pernah hilang

Desi Fajarwati,
kelas VIIA SMPN 1 Bayat, Banyuripan, Bayat, Klaten 57462.

rantaikata solopos.co.id

May 10, '09 10:17 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 03 Mei 2009 , Hal.IV

Biru kau seperti laut
Merah kau seperti darah
Hijau kau seperti daun

Cokelat kau seperti tanah
Hitam kau begitu menakutkan
Putih kau begitu suci
Kuning kau bagai matahari
Begitu buta jika kau tidak ada
Begitu hampa jika kau tidak ada
Terima kasih Tuhan kau telah ciptakan
Warna yang begitu indah dan menarik

Darmawan Adhi Pradana,
kelas VIIA SMPN 1 Bayat, Banyuripan, Bayat, Klaten 57462.

rantaikata solopos.co.id

Apr 26, '09 10:11 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 26 April 2009 , Hal.VIII

Resah Musim Basah
:untuk Rizza di pinggiran gundah Bengawan

Bola mata Rizza tampak hampa
Saat ribuan runcing air itu kian menderu
Menyerbu tanpa ampun dari pelupuk langit
Dan coba menjelma
Menjadi genangan tenang yang sungguh berang
Tak ada gelombang berarti, namun
Canda-canda kecil itu harus terbawa
Juga tawa-tawa yang turut serta
Meninggalkan resah yang kini berserakan


Goresan kegundahan masih juga terpatri
Pada dinding dan lorong kumuh yang tersisa
Siklus keresahan itu terus membayang
Selalu datang bersama musim yang basah
Menggenangi mimpi dan lamunan tenang
Menerobos celah-celah ketegaran jiwa
Dan sisakan belas nestapa
yang memasung asa


Potret Rahmat Kecil

Terpampang...
wajah itu masih tergambar jelas
di sudut kota, di tepi perempatan lampu merah
di jantung kota yang gagah
Kau tampak begitu lemah
tengadahkan telapak tangan
Coba raih belas kehidupan

Menyatukan keping demi keping
Untuk sekadar membungkam jerit perut
Meski tak tersaji sendawa karenanya
Tapi cukuplah...
Kalau dunia memang masih mau berbaik hati
Esok, mungkin napas masih terhembus

*) Achmadi Joko Siswanto
Mahasiswa Sastra Indonesia FSSR UNS.
rantaikata solopos.co.id

Apr 26, '09 9:58 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 26 April 2009 , Hal.IV

Lembah Cinta

Dari balik dinding rasa aku menatap
Dirimu tlah merenggut rasa
Dari lembah cinta di pegunungan rasaku
Tatkala aku melirik ke wajah damaimu
Satu lagi bunga tumbuh di lembah itu
Namun...
Taman senyum pun mulai runtuh
Terhempas sadar aku akan realita pahit
Tak sekalipun ku tahu
Bunga siapa yang mengisi lembah cintamu
Laksana burung betina berkicau sendiri
Aku terus menanti di lembah ini
Kau seekor pangeran merak
Segala bunga mengharapmu
Segala cantik tlah berserah padamu
Aku mengerti dengan pasti
Ragaku hanya bunga layu tiada indahnya
Namun...
Aku tak enggan membusuk demi harapku
Aku tak segan termenung demi mimpiku
Harapku...mimpiku...
Demi hadirku dalam lembah cintamu...
Nanti...


Rayuan Gombal

Kau belai aku dengan lembut
Perlahan namun pasti
Kau tenggelamkanku
Dalam romantika cintamu
Ku terbuai dalam gombalmu
Ku terlena dalam nikmatmu
Hingga tanpa ku pahami
Kau nikmati lemah tubuhku
Oleh usilmu
Dan tatkala ku terhempas
Tersadar akan khilafku
Telanjur sulit tuk berpaling
Darimu, ya Narkoba...

Annisa Citra Sari
XII IA 1 SMA Muhammadiyah 2 Solo.

rantaikata solopos.co.id

Apr 20, '09 12:34 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 19 April 2009 , Hal.VIII
 
Sajak Nurani

Aku berlari
Menembus silau matahari
Menepis badai
Mencari nurani


”Di manakah engkau bersembunyi?”
teriakku

Bumi berguncang
Langit membuka matanya
Dan kilat tertawa terbahak-bahak

Lelah aku mencari
Tak jua kutemukan cahaya nurani

Hingga kuputuskan tuk ceburkan diri
Pada bara api merapi
Tubuhku melepuh
Lebur bersama asap yang mengepul
Cahaya itu perlahan muncul
Dari dalam hatiku

Cengkrama Dua Dunia

Awan putih di langit
Berbincang kepadaku
Tentang hari-hari yang telah lalu
Tentang masa depan yang entah biru
Entah kelabu

Kita sangat asyik bercengkrama
tentang apa saja
Dari mulai kursi istana
sampai bencana yang melanda

tiba-tiba
angin bertiup begitu resah
ditemani rintik gerimis
yang membuatku basah

percakapan kami terhenti
ia terbang
aku berlari

*) Imam Abdul Rofiq
Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
rantaikata solopos.co.id

Apr 20, '09 12:30 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 19 April 2009 , Hal.IV

Kenyataan 

Bila...
Waktunya t’lah tiba juga
Ku tak bisa berbuat apa-apa
Biarkan semuanya berjalan saja


Jika...
Semuanya sisakan luka
Ku hanya bisa menangis duka
Relakan kehilangan rasa bahagia
Walau sungguh batinku mengeluh
Dan rasa takut menghantuiku
Meski yang tercurah tangis dan peluh
Tapi kenyataan ini telah terjadi
Aku kehilangan hatimu, cintamu
Hilang sudah penyemangatku
Memang terlalu pahit di pikirku
Tapi kenyataan ini telah terjadi

** Kenyataan yang sulit
dan sakit tuk diterima.
12 Maret 2009

Menjadi Pagi

Aku tak mau seperti malam
Yang hanya tampakkan kegelapan
Terlalu dingin menusuk jiwa
Aku tak ingin seperti siang
Yang hanya hadirkan kepenatan
Terlalu terik membakar raga
Aku tak suka seperti petang
Yang hanya jadi pemisah waktu
Terlalu haru melepas surya
Aku hanya ingin menjadi pagi
Yang selalu awali cerita baru
Selalu hangatkan kebekuan hati

** Ku ingin hidupku
berguna bagi semua orang.
22 Januari 2009

Gracia B Chatarina
Kelas IXa, SMP Widya Wacana 2, Solo

rantaikata solopos.co.id

Apr 12, '09 9:14 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 12 April 2009 , Hal.VIII

Mimpi Seorang Calon Presiden

Turun dari wahyu langit
Ke rumahnya
Tidak ada yang mencegahnya
Tidak ada yang menghalaunya


Wahyu ini punya diri
Kursi presiden bagai terpatri
Duduk diri setiap hari

Turun wahyu dari langit
Ke dirinya
Tidak ada yang menggugatnya
Tidak ada yang menandinginya

Wahyu ini punya diri
Warna kursi presiden
Terbayang kian indah

Bangun! Bangun!
Banjir Lumpur Lapindo luber ke leher!

Peminta-minta Suara

Gaung Pemilu
Lewat gambar-bahasa kau
Cuma peminta-minta suara

Lewat gambar kau peminta-minta
Lewat bahasa kau peminta-minta
Pemilu ini tawar wajah peminta-minta

Lewat gambar lewat bahasa peminta-minta
Minta dukungan
Minta restu
Minta doa

Kumpulkan saja peminta-minta suara
Semua di istana! Asal lahir suara!

*) Agus Budi Wahyudi
 Staf Pengajar PBSID, FKIP UMS.
rantaikata solopos.co.id

Apr 12, '09 9:09 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 12 April 2009 , Hal.IV

Ku ukir sebuah cerita cinta
Ku tuturkan lewat suara hati
Ku tanamkan dalam benak jiwa
Yang kan terjaga hingga mati


Cintamu kan ku simpan dalam sanubariku
Anganmu kan bersatu dalam impianku
Dalam hembusan nafasku
Tercipta jalan cerita cintaku

Cintaku terbendung rasa
Rinduku terteteskannya air mata
Dirimu anugerah keagungan cinta
Yang mengajarkan arti cinta sebenarnya

Manja diri ini
Ingin selalu diriku bersamamu
Hangat kecupan bibirmu
Menggugahkan lamunanku

Suara merdumu
Mengingatkanku akan canda tawamu
Kan ku nanti dirimu
Kan ku bawa dirimu
Dalam kenyataan cerita cintaku
Bersama dirimu
Kan ku gapai akhir
kebahagiaan cerita cintaku

Rindu yang tak berujung

Bibir merahku berucapkan kata
Aku ingin bertemu
Hati kecilku bertuturkan
Aku rindu akan hadirmu

Suatu kenangan yang ingin ku hentikan
Saat ku berada dalam puncak kerinduan
Suatu kenyataan yang ingin ku ciptakan
Saat kau ikrarkan janji kesetiaan

Jika diriku sanggup memutar waktu
Ku kan putar saat-saat indah bersamamu
Jika diriku sanggup menghentikan detik
Ku kan hentikan saat diriku bersandar dalam dekapan hangatmu

Kini ku berjalan tanpamu
Tanpa ada dirimu tuk tujuan hidupku
Ku ingin kau tahu
Diriku merindukanmu

Dheichy Nurul N Tyaz
SMA Batik 1 Solo, Jl Slamet Riyadi No 445, Solo

rantaikata solopos.co.id

Apr 5, '09 6:02 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 05 April 2009 , Hal.IV

Detik Kematian

Hampa, sunyi, tragedi menyelimuti
Air mata jatuh membasahi hati
Aku terdiam menyimpan naluri
Debur ombak telah menyirami

Malam gelap redup membayang
Bintang bersinar pagi menghilang
Bahagia datang menjadi impian
Kepedihan hadir menjawab
kehancuran
Desir pasir terhempas gelombang
Rasa sakit menghapus kenangan
Semua batin dalam kehidupan
Kebahagiaan tak kunjung datang
Detik waktu menghitung kematian
Denyut nadi berjalan kencang
Sampai napas mulai terhentikan
Gugup daun pun telah terpandang


Ku Menanti

Hidup ini bagaikan duri
Yang selalu menyimpan pedih di hati
Sampai sakit yang aku lalui
Membawa kehancuran di dalam diri
Batin terluka saat mencintai
Hancur hati bagai sunami
Andai mati telah menghampiri
Beri aku ketenangan di alam suci
Sekejap kurasakan semua tragedi
Begitu sulit ku terima kenyataan ini
Sampai nafas ku akan terhenti
Tapi masalah tetap menyelimuti
Semua batin telah terlewati
Udara dingin telah memasuki
Kini tinggal penantian diri
Tuk menanti kematian yang terjadi

Risky Kusuma Wardani
Kelas X AK2, SMK Batik 2 Solo.

rantaikata solopos.co.id

Mar 30, '09 12:08 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 29 Maret 2009 , Hal.IV

mimpi berkah sutra aliran sungai nan indah
yang tak bisa diilham
namun kenal jalan setapak menujunya

namun tak dilewati
sebab hati budak nafsu nan fana
ada terserap fatamorgananya
dan emas tak kekal dijalaninya
detik ke menit ke lain rumusan hitung
tahu salah dan salah bertumpuk
dan pedoman hidup tak dijamah
hanya bersenandung
dalam mimpinya yang nyenyak

Bita Gadsia Spaltani,
SMA N 1 Solo, Jl Tarumanegara III RT 04/RW VI Banyuanyar 57137.

rantaikata solopos.co.id

Mar 30, '09 12:05 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 29 Maret 2009 , Hal.IV

Merenung dalam kesendirian
Dalam kehampaan
Kegelapan malam tiada berbintang
Tiada pula berbaring sang rembulan
Kelam, dalam kesenyapan

Slalu terngiang
Slalu terbayang
Ketika hamparan putih suci itu
Bertabur noktah hitam
Noktah dalam persimpangan jalan
Kini menutup benteng batasan
Dinding mata air tiada tertahan
Mengalir lembut
Dalam lantunan nada kerinduan
Dalam belaian suasana kesunyian
Dengan iringan getaran pengharapan
Terpercik ketakutan yang mendalam
Kegelisahan yang makin menghujam
Tiada ingin kembali
Dengan sapuan noktah hitam
Setitik cahaya itu masih bersinar
Terbersit asa dalam jalannya masa
Hanya ingin kembali
Dengan hantaran cinta

Rizky Setiawati,
Kelas XI IPS 3, SMA N 1 Klaten, Jl. Merbabu No 13, Klaten.

rantaikata solopos.co.id

Mar 22, '09 10:47 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 22 Maret 2009 , Hal.VIII

Banjir Datang Lagi

Bendungan bedah
Tambalen jadah
.....

Suara deru air bah
Membuka tabir malam
Bakal ada air mata tumpah
Air warna darah
Lautan segara baru
Anakan bengawan

O alah Gustiallah
Jangan Kau bendu
Dengan bala Mu
Tanggul jebol
Santer menerjang rumah papan

Meski katanya cuma air lewat
Meski numpang lewat kata orang
Ini banjir lebih dahsyat lagi
Menggenang
Kenangan-kenangan indah berubah merah
Memporandakan bangunan
Yang baru setahun lewat

Menyisakan luka menganga
Pengungsi,
Dan menunggu bantuanMu
Kapan air mata ini berhenti

Banjir datang lagi
Luka lama bersemi kembali

Sragen 09

Di Bawah Jembatan

Kecemasan macam apa lagi ini
Tak cukupkah duka ini
Airmata ini
Menghajar setiap hari
Kecemasan macam apa lagi ini
Gantung diri, mutilasi
Kami bukan bangsa kecoa
Tetapi manusia yang bermartabat tinggi, katamu
Juga bukan bangsa tempe yang tidak tahan derita
Ketika benderamu gagah di bumi pertiwi
Merah mu di mana lagi
Putihmu tak lagi suci
Karena banyak yang menulisi dengan korupsi

Tak cukupkah duka ini
Oleh bah, longsor dan bencana lagi
Telah habis sisa-sisa tenaga kami
Kami hanyalah kecoak
Yang hidup di tempat sempit dan pengab
Yang hanya bisa memikirkan sebatas makan dan mengurangi lapar
Di saat yang lain sibuk menaikkan gaji
Tunjangan dan fasilitas lainnya
Mempertinggi kompetensi
Kami hanya bisa melihat kemajuan ini

Katanya SDM kami ini rendah
Katanya kami tak mau belajar
Katanya kami masyarakat kecoak
Di saat yang lain butuh prestasi, kami hanya sekadar butuh nasi

Duka macam apa lagi ini

Sukowati 08
*) Sus S Hardjono,
Lahir di Sragen 5 November 1969. Menamatkan S1 di FKIP UNS, pernah ikut gabung Teater Peron Solo. Sekarang mengajar di MAN 1 Sragen.
rantaikata solopos.co.id

Mar 22, '09 10:29 AM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 22 Maret 2009 , Hal.IV

Ayah

Sedalam laut, seluas langit
Cinta selalu tak bisa diukur
Begitulah ayah mengurai waktu
Meneteskan keringat dan rindunya


Ayah pergi sangat pagi
Kapan
Tapi saat pulang
Ia tak lupa menjinjing pelangi
Lalu dengan sabar
Menguraikan warnanya
Satu persatu padaku
Dengan mata berbinar
Waktu memang tak akrab
Denganku dan ayah
Tapi di dalam buku gambarku
Tak pernah ada duka atau badai
Hanya sederet sketsa
Tentang aku, ayah, dan tawa
Yang selalu bersama

Sahabat

Kaulah yang menaruh bintang
Dalam hati dan mata, genggamanku
Kau tak pernah meninggalkanku
Mungkin, sesaat aku tak melihatmu di bawah
Matahari, tapi seketika sampai pada malam
Kau selalu ada di sana
Menjelma pelita
Di lorong paling gelap berdebu
Sahabat...
Kaulah bintang sejati
Yang menangis, tertawa, dan berjalan
Dan tak henti berkelip
Dalam langit hidupku

Yulita Nurul Hidayati
MA Al Islam Jamsaren, Jl Semenromo No 65, Ngruki, Cemani.

rantaikata solopos.co.id

Mar 15, '09 3:33 PM
untuk semuanya
Edisi : Minggu, 15 Maret 2009 , Hal.VIII

Tentara Langit
tentara langit,
menggambar wajah tuhan serupa billgate
menyanyikan ayat-ayat serupa lagu wajib
mengurus segala atas nama yang kuasa
dengan tombak berujung ganda
; neraka - surga


tentara langit,
menyebar huru-hara sambil terus berdoa
berayat pedang dan belati
berkitab suci dengki dan iri hati
memuja perusakan dan pembakaran
dalam setiap upacara persembahan

tentara langit,
menyandera tuhan atas nama kemanusiaan
menculik nabi
dan mencuci otaknya demi kebenaran pribadi
meminang kerusuhan sebagai jalan suci

tentara langit,
apakah kamu punya nurani?

pelangi-mojosongo, solo 2009

Mimpi Padi tentang Naga dan Garuda

hari ini
para padi menanti air dan keringat petani
mengharap kesuburan dari tanah olahan dan pupuk kiriman
tapi yang datang tikus, wereng dan belalang
bergantian dengan air bah dan air mata
di antara nyanyian anak-anak kelaparan
atau tagihan uang sekolah yang terlambat dibayarkan

di langit, para pidato menguasai angkasa
memburu burung-burung kecil pemakan hama
namun membebaskan perampok padi muda
dan membiarkan perompak panen raya
sementara di pematang dan saluran irigasi
pestisida dibiarkan berpesta
diantara pertikaian politik
dan adu jotos masa sepak bola
; membantai humus dan hara!

hari ini
para padi menanti air dan keringat petani
sementara yang datang lebih dulu; impian ketakutan
tentang persetubuhan naga dan garuda
yang tak henti-henti saling birahi
sambil membakar lumbung dan mencengkram
petani!

pelangi-mojosongo, solo 2009
Sosiawan Leak
Solo
rantaikata solopos.co.id

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.