museum-museum tertinggal zaman | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 13 Januari 2008 , Hal.V
Mengikuti gerak gemulai ombak waktu
terus mengiringi dengung napas-napas tua
menghentak-hentak letak tempat berpijak
hingga menguliti kulit bumi. Sebagai tanda
Diantara fosil-fosil gedung menangkap langit
masih begitu angkuh berdiri di titik bumi
sambil menghitung-hitung sampai kapan
untuk menjadi bagian di dalamnya
Bersama-sama, museum ronggowarsito, 5607
rantaikata: http://www.solopos.co.id
Mengikuti gerak gemulai ombak waktu
terus mengiringi dengung napas-napas tua
menghentak-hentak letak tempat berpijak
hingga menguliti kulit bumi. Sebagai tanda
Diantara fosil-fosil gedung menangkap langit
masih begitu angkuh berdiri di titik bumi
sambil menghitung-hitung sampai kapan
untuk menjadi bagian di dalamnya
Bersama-sama, museum ronggowarsito, 5607
rantaikata: http://www.solopos.co.id
hanya mata yang kupunya | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 13 Januari 2008 , Hal.V
Hanya mata yang kupunya
mencari-cari sela jala
yang telah tersebar di angkasa
Hanya angin-angin
terjaring dengan dua tangan
tetap sama seperti hari kemarin
Hanya mata yang tertinggal
kupunya untuk menjadi saksi
dari pertanyaan-pertanyaan
- Hari ini. Bagian yang tersisa, pantai marina, semarang 5607rantaikata: http://www.solopos.co.id
Hanya mata yang kupunya
mencari-cari sela jala
yang telah tersebar di angkasa
Hanya angin-angin
terjaring dengan dua tangan
tetap sama seperti hari kemarin
Hanya mata yang tertinggal
kupunya untuk menjadi saksi
dari pertanyaan-pertanyaan
- Hari ini. Bagian yang tersisa, pantai marina, semarang 5607rantaikata: http://www.solopos.co.id
renungan batin | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 13 Januari 2008 , Hal.VIII
Hati yang kecil, hati yang kerdil
Tiada merasa berharga
Kala dosa menodai kesuciannya
Ya Allah... Tuhanku Yang Esa
Tiada kata sanggup terucap
Kecuali hanya Dzikrullah
Meniti untaian tasbih
Menggemakan keagungan Asma-Mu
Bertaburkan kejujuran jiwa
Kusujudkan diri yang berlumur dosa
Memungut serpihan kasihmu
Mengharap segala ampunan-Mu
Memburu kedamaian sejati
Menuju cinta dan ridho Illahi
Rizky Septiani, Kelas XI IA 2, MAN 1 Sragen, Jl Irian, Nglorok, Sragen.rantaikata: http://www.solopos.co.id
|
Tersudut aku dalam kesendirian Merajut asa, menempa sadar Merengkuh kekuatan jiwa Menuju titik nol kehidupan Merenungi setiap detak kehidupan Memaknai setiap denyut kehidupan |
Tiada merasa berharga
Kala dosa menodai kesuciannya
Ya Allah... Tuhanku Yang Esa
Tiada kata sanggup terucap
Kecuali hanya Dzikrullah
Meniti untaian tasbih
Menggemakan keagungan Asma-Mu
Bertaburkan kejujuran jiwa
Kusujudkan diri yang berlumur dosa
Memungut serpihan kasihmu
Mengharap segala ampunan-Mu
Memburu kedamaian sejati
Menuju cinta dan ridho Illahi
Rizky Septiani, Kelas XI IA 2, MAN 1 Sragen, Jl Irian, Nglorok, Sragen.rantaikata: http://www.solopos.co.id
hari kelam | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 13 Januari 2008 , Hal.VIII
Hari itu tampak kelam
Saat hati terasa sesak
Aku takut dengan apa yang akan terjadi
Hari itu tampak kelam
Saat hati terasa sesak
Aku takut dengan apa yang akan terjadi
Ketakutan itu terjadi Hujan lebat menyirami bumi Petir menyambar hingga memekakkan telinga Dan rasa di jantung Kebingungan menyelimuti hati saat kuingat... keluarga Apa yang akan terjadi pada mereka? Hanya satu yang akan kujadikan sandaran Tuhan, hanya padaMu aku berserah diri Dari semua cobaanMu di dunia ini... Nilam Cahya, Kelas VII C, SMP Negeri 1 Bayat, Banyuripan Bayat |
rantaikata : http://www.solopos.co.id
sudahi sampai hari ini | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 11 November 2007 , Hal.IXSedang ku mainkan sandiwara kehidupansepanjang pagi, siang dan malamsungguh melelahkan...Saat ini ingin ku terbaring dan istirahatSetelah banyak lakon harus ku mainkanHari kemarin tlah berlalusemua peranku jadi masa lalutapi esok masih menantientah dengan peran apa lagi...Telah ku akhiri segala kisahusai hingga hari iniAku ingin berhenti, terbaring, nikmati sepidengan malam panjang penuh bulan dan bintang...lepas segala bebanMati tanpa cinta...Candra Ariawan,Gedangan RT 04/RW 01, Gedangan, Grogol, Sukoharjo(karanganyar,111107)
di atas sajadahMu | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 04 November 2007 , Hal.IX
Secercah cahaya yang memerah
Pertanda fajar t’lah merekah
Nan indah kumandang adzan
Yang menggema di kubah mesjid
Membuatku terjaga dari mimpi indah
Aku berjalan...
Menuju rumah suci-Mu
Dingin air wudhu yang menusuk tulang
Begitu menyejukkan hatiku
Aku bersujud...
Di atas sajadah-Mu
Memohon ridho dan rahmat-Mu
- Roosvina Lasdafi A, X-SBI/SMA Negeri 3 Solo. Jl RE Martadinata 143, Solo 57122.
(karanganyar,111107)
impian sang debu | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 06 Januari 2008 , Hal.VIII
Debu,
Senantiasa terbang-menempel
Dari satu benda
Kepada yang lainnya
Mengikuti sang Angin
Angin berlari
Debu turutkan
Angin terdiam
Debu ikutkan
Debu,
Selamanya tak bisa
Mengikuti nurani
Mengikatnya bersama
Sang Bayu
Kemana angin berlabuh
Ke sana ia berlayar
Debu,
Hanya berharap hujan
Segera mencurah
Basahi kerongkongan
Yang kian kering
Sejukkan jiwa yang gersang
Agar dapat kembali
Dalam pelukan sang Budha
Kerabat dan kawan
Di bawah sana
(Agustus 2007)
- Krisman, BBRSBD Prof Dr R Soeharso, Jl Tentara Pelajar, Solo
Debu,
Senantiasa terbang-menempel
Dari satu benda
Kepada yang lainnya
Mengikuti sang Angin
Angin berlari
Debu turutkan
Angin terdiam
Debu ikutkan
Debu,
Selamanya tak bisa
Mengikuti nurani
Mengikatnya bersama
Sang Bayu
Kemana angin berlabuh
Ke sana ia berlayar
Debu,
Hanya berharap hujan
Segera mencurah
Basahi kerongkongan
Yang kian kering
Sejukkan jiwa yang gersang
Agar dapat kembali
Dalam pelukan sang Budha
Kerabat dan kawan
Di bawah sana
(Agustus 2007)
- Krisman, BBRSBD Prof Dr R Soeharso, Jl Tentara Pelajar, Solo
tekad | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 06 Januari 2008 , Hal.VIII
Janganlah kau tengok lagi ke belakang Karna di belakangmu hanyalah sandiwara Kata batinku yang amatlah kuat ”Aku berani maju dengan tekad yang kuat” Tak akan mengulang hal yang sama dengan dulu Aku harus percaya Bahwa aku bisa melewati semua rintangan ini Dengan batin yang kuat Hanyalah sang pencipta Yang bisa menghentikan Langkahku menuju kehidupan yang gemilang - Trie Wahyuningsih, kelas VIII E, SMP N I Bayat, Klaten. |
sajaksajak katimin atmo wiyono | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 30 Desember 2007 , Hal.V
Dan
hujan-hujan yang kian tajam
adalah anak-anak panah
yang dibidikkan oleh ribuan malaikat
dari tebing langit gelap
untuk tetap memenjarakan mereka
Saat
beberapa pohon tumbang
dan atap rumahku melayang
aku masih termangu
berusaha mempercayai mitos itu
Reca Gladag
Seperti raksasa yang dikutuk Dewata
karena memangsa manusia
ia khidmat menjadi batu hitam
minum darah hujan di tengah kota
Kini ia tak lagi sendirian
patung pahlawan bersenapan
yang bernama serupa jalan menjadi teman
Sebagaimana dalam suratan
kodrat arca adalah kesetiaan
tak mengenal gerak dan suara
kekal menunggu dalam penantian
yang nisbi dan tak terbatas
menafsir waktu dengan segenap diam
Ia tak terjamah sejarah
seperti arca-arca yang dijarah
ia hanya penjaga gapura
yang rela menampung dingin cuaca
dan sengat surya
ia selalu siaga
menjaga kita
Katimin Atmo Wiyono lahir di Pacitan pada tanggal 18 Agustus 1952. Gemar menulis geguritan dan puisi berbahasa Jawa.
Dan
hujan-hujan yang kian tajam
adalah anak-anak panah
yang dibidikkan oleh ribuan malaikat
dari tebing langit gelap
untuk tetap memenjarakan mereka
Saat
beberapa pohon tumbang
dan atap rumahku melayang
aku masih termangu
berusaha mempercayai mitos itu
Reca Gladag
Seperti raksasa yang dikutuk Dewata
karena memangsa manusia
ia khidmat menjadi batu hitam
minum darah hujan di tengah kota
Kini ia tak lagi sendirian
patung pahlawan bersenapan
yang bernama serupa jalan menjadi teman
Sebagaimana dalam suratan
kodrat arca adalah kesetiaan
tak mengenal gerak dan suara
kekal menunggu dalam penantian
yang nisbi dan tak terbatas
menafsir waktu dengan segenap diam
Ia tak terjamah sejarah
seperti arca-arca yang dijarah
ia hanya penjaga gapura
yang rela menampung dingin cuaca
dan sengat surya
ia selalu siaga
menjaga kita
Katimin Atmo Wiyono lahir di Pacitan pada tanggal 18 Agustus 1952. Gemar menulis geguritan dan puisi berbahasa Jawa.
sajak-sajaksutardi ms dihardjo | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 16 Desember 2007 , Hal.V
Bimbang
Bergaya di depan kaca
Kebanggaan melonjak
Ajaib! Tiba-tiba aku terhenyak
Memandang bayanganku dalam cermin
Air laut bergolak dalam deburan ombak
Hai! Cermin berombak. Setan-setan bersorak
Cermin retak lepas menancap di gelisahku
Kebimbangan bergelombang memecah di hatiku
Sejak itu
Aku gelisah berhadapan dengan cermin
Terbayang wajah belum bersih
Diri belum patut
Sementara usia mulai lanjut
Kugapai cakrawala
Langit berombak
Laut bergolak
Kugapai bayang-bayang di cakrawala
Menyatunya laut-langitku
Ada cita menderu. Menguat langit
Jiwaku kelabu
Tersandar di kebiruan-Mu
Harapan
Antara gelap padat menghimpit
Dalam balutan mendung menebal
Masih adakah
Segores kilat sinar kasih
Menerangi kehidupan luas terbentang
Oi, sebutir bintang
Berkilau di pucuk langit
Menyinari seberkas harapan
Klaten, Ramadan 1428 H/2007 M -
*) Sutardi MS Dihardjo, menyukai dunia tulis menulis sejak duduk di bangku SMP tahun 1970-an. Pada waktu itu beberapa kali karangannya
Bimbang
Bergaya di depan kaca
Kebanggaan melonjak
Ajaib! Tiba-tiba aku terhenyak
Memandang bayanganku dalam cermin
Air laut bergolak dalam deburan ombak
Hai! Cermin berombak. Setan-setan bersorak
Cermin retak lepas menancap di gelisahku
Kebimbangan bergelombang memecah di hatiku
Sejak itu
Aku gelisah berhadapan dengan cermin
Terbayang wajah belum bersih
Diri belum patut
Sementara usia mulai lanjut
Kugapai cakrawala
Langit berombak
Laut bergolak
Kugapai bayang-bayang di cakrawala
Menyatunya laut-langitku
Ada cita menderu. Menguat langit
Jiwaku kelabu
Tersandar di kebiruan-Mu
Harapan
Antara gelap padat menghimpit
Dalam balutan mendung menebal
Masih adakah
Segores kilat sinar kasih
Menerangi kehidupan luas terbentang
Oi, sebutir bintang
Berkilau di pucuk langit
Menyinari seberkas harapan
Klaten, Ramadan 1428 H/2007 M -
*) Sutardi MS Dihardjo, menyukai dunia tulis menulis sejak duduk di bangku SMP tahun 1970-an. Pada waktu itu beberapa kali karangannya
siapa bukan maling ? | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 23 Desember 2007 , Hal.V
Kita dibesarkan oleh orang tua
Orang tua yang maling
Kita dididik oleh guru
Guru yang maling
Kita dipimpin pemimpin bangsa
Pemimpin yang maling
Siapa masih berkata aku bukan maling?
Lima tahun sekali kita pilih wakil rakyat
: Wakil maling
kita pilih pemimpin terhebat
: Dalam hal maling
Siapa masih bisa berkata aku bukan maling?
Baturetno, November 2007
Kesaksian
Hanya bulan yang banyak tahu
Ia masuk lewat celah-celah atap pukul satu
Dan jendela yang selalu terbuka pada dunia
Hanya bulan yang banyak tahu
Pembantaian di kamar kumuh itu
Korbannya lima bocah kurus
Anak-anak kami
Mereka tak bisa teriak
Selembar sutera disobek jadi lima
Disumbatkan pada mulutnya
Mereka dibunuh pada
Pesta mencincang daging tengah malam
Dari tubuh-tubuh kurus tak berdaya
Dengan sigap pelaku ditangkap
”Mengapa kau bunuh dengan keji
bocah-bocah kecil tak berdosa?”
”Ini sudah menjadi adat kebiasaan
dan pandangan hidup di negeri ini.”
Penonton bertepuk tangan
Hidup pembunuh...!
Hidup pembantai...!
Majelis hakim tak berdaya
Mobil di rumah sudah terlalu tua
Isteri kedua selalu kurang belanja
Sidang terpaksa ditunda
Pada sidang selanjutnya
Hukuman lima tahun penjara
Mudah-mudahan membuat ia jera
Begitu hakim berkata
Tak ada protes
Tak ada banding
Smua merasa lega
Semua merasa jadi pembunuh
Dan pembunuh itu adalah
Aku, ayah dari lima bocah kurus itu
Pemimpin dan penguasa kamar kumuh itu.
Paranggupito, September 2007 -
*) Wiyono, guru SMP Negeri 1 Paranggupito, Wonogiri.
Kita dibesarkan oleh orang tua
Orang tua yang maling
Kita dididik oleh guru
Guru yang maling
Kita dipimpin pemimpin bangsa
Pemimpin yang maling
Siapa masih berkata aku bukan maling?
Lima tahun sekali kita pilih wakil rakyat
: Wakil maling
kita pilih pemimpin terhebat
: Dalam hal maling
Siapa masih bisa berkata aku bukan maling?
Baturetno, November 2007
Kesaksian
Hanya bulan yang banyak tahu
Ia masuk lewat celah-celah atap pukul satu
Dan jendela yang selalu terbuka pada dunia
Hanya bulan yang banyak tahu
Pembantaian di kamar kumuh itu
Korbannya lima bocah kurus
Anak-anak kami
Mereka tak bisa teriak
Selembar sutera disobek jadi lima
Disumbatkan pada mulutnya
Mereka dibunuh pada
Pesta mencincang daging tengah malam
Dari tubuh-tubuh kurus tak berdaya
Dengan sigap pelaku ditangkap
”Mengapa kau bunuh dengan keji
bocah-bocah kecil tak berdosa?”
”Ini sudah menjadi adat kebiasaan
dan pandangan hidup di negeri ini.”
Penonton bertepuk tangan
Hidup pembunuh...!
Hidup pembantai...!
Majelis hakim tak berdaya
Mobil di rumah sudah terlalu tua
Isteri kedua selalu kurang belanja
Sidang terpaksa ditunda
Pada sidang selanjutnya
Hukuman lima tahun penjara
Mudah-mudahan membuat ia jera
Begitu hakim berkata
Tak ada protes
Tak ada banding
Smua merasa lega
Semua merasa jadi pembunuh
Dan pembunuh itu adalah
Aku, ayah dari lima bocah kurus itu
Pemimpin dan penguasa kamar kumuh itu.
Paranggupito, September 2007 -
*) Wiyono, guru SMP Negeri 1 Paranggupito, Wonogiri.
aku tahu, tapi tak tahu | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 23 Desember 2007 , Hal.VIII
Ibu...
aku tak ingat saat kelopak matamu menyulut kelam
malam,
saat engkau mengelabuiku dalam lelap hujan,
saat-saat sebelum cahaya,
aku tak ingat,
saat kau bilang, ”nak, tidurlah, ibu belum mengantuk”
aku tak ingat,
saat kau menyuruhku kembali belok dari hilang senja,
aku nekat menaklukkan malam.
Toh, ini hariku bu!!!
akupun tak menggugah dunia, menjelma kupu,
setelah semalam dalam rongrong buana,
apa aku salah bu?
Ibu,
saat ragamu terbujur kaku di keranda biru,
aku baru tahu,
aku baru ingat,
dongeng malin kundang yang kau dendang sepanjang petang,
aku baru ingat,
setiap keringat dan penat bagian semangat
aku baru ingat,
kepompong sederhana yang membawaku terbang,
aku baru ingat,
belokan senja itu menjemput usia,
Ibu,
Lentera itu kini padam menyala,
rentan termakan senja,
hanya tetes buihnya yang membantuku menghitung,
tapi, perhitunganku selama ini keliru, bu!
ku kira tujuh dibagi tujuh sama dengan satu,
tapi ternyata tetap tujuh,
Ibu,
berapa harga yang harus kubayar untuk setiap malam yang tenggelam?
berapa harga yang harus kubayar untuk setiap kerut yang tak pernah larut?
berapa harga yang harus kubayar demi setiap helai
penyesalan yang hanya tertelan?
aku tak tahu,
maaf bu...
- Novi Arum Sari, Jalan Bonang IV RT 05/III, Joyotakan, Solo 57157
rantaikata : solopos
Ibu...
aku tak ingat saat kelopak matamu menyulut kelam
malam,
saat engkau mengelabuiku dalam lelap hujan,
saat-saat sebelum cahaya,
aku tak ingat,
saat kau bilang, ”nak, tidurlah, ibu belum mengantuk”
aku tak ingat,
saat kau menyuruhku kembali belok dari hilang senja,
aku nekat menaklukkan malam.
Toh, ini hariku bu!!!
akupun tak menggugah dunia, menjelma kupu,
setelah semalam dalam rongrong buana,
apa aku salah bu?
Ibu,
saat ragamu terbujur kaku di keranda biru,
aku baru tahu,
aku baru ingat,
dongeng malin kundang yang kau dendang sepanjang petang,
aku baru ingat,
setiap keringat dan penat bagian semangat
aku baru ingat,
kepompong sederhana yang membawaku terbang,
aku baru ingat,
belokan senja itu menjemput usia,
Ibu,
Lentera itu kini padam menyala,
rentan termakan senja,
hanya tetes buihnya yang membantuku menghitung,
tapi, perhitunganku selama ini keliru, bu!
ku kira tujuh dibagi tujuh sama dengan satu,
tapi ternyata tetap tujuh,
Ibu,
berapa harga yang harus kubayar untuk setiap malam yang tenggelam?
berapa harga yang harus kubayar untuk setiap kerut yang tak pernah larut?
berapa harga yang harus kubayar demi setiap helai
penyesalan yang hanya tertelan?
aku tak tahu,
maaf bu...
- Novi Arum Sari, Jalan Bonang IV RT 05/III, Joyotakan, Solo 57157
rantaikata : solopos
sajak-sajak sunardi ks | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 09 Desember 2007 , Hal.IV
dengar, dengarlah bisik angin di musim pancaroba kau simpan gelombang dalam karang kau simpan angin yang menyusup-nyusup hutan mematahkan ranting (kau tetap setia di menaramu yang sepi tapi yang kau rasakan keriuhan hati di dermaga kapal-kapal datang kapal-kapal pergi tapi kau telah kehilangan semangat menenggelamkan kapal-kapalmu sendiri pada lautan hatimu) Betapa indahnya kearifan sebuah irama indah telah menggema dari perbedaan-perbedaan suara disatukan ditabuh bergantian akan memekakkan telinga berbunyi sendirian dalam kekosongan akan terbentuk lukisan indah dari coretan-coretan di tangan yang paham terjadi noktah atau kanvas yang bergelepotan dipermainkan anak-anak saya cat-cat yang tumpah bukan ditumpahkan ada suara sayup-sayup di telinga orang-orang hidup karena tidak disuarakan dengan hentakan-hentakan dan diterima dengan suka cita ada keindahan pelangi di langit karena tidak dipandang dengan mata sakit dan bintang-bintang kita cemaskan sebagai kepingan matahari betapa indahnya kearifan yang diselami dengan telaga pemahaman Kauman/Jepara, 14 Nov 2007 Sunardi KS, lahir di Jepara. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media cetak. http://www.solopos.co.id |
sajak-sajak yunanto sutyastomo | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 02 Desember 2007 , Hal.V
Waktu di catatan kota Langit ini ingin mengubahku menjadi jam kota Menjadi waktu yang mencatat peristiwa kota ini Lalu aku dibawanya ke lampau Sodom dan Gomora di tanah Jawa Lelaki tua terbengong-bengong di perempatan jalan Perempuan-perempuan berlarian ke luar kota Tiga malam kota terbakar Kemudian aku menjadi kalender delapan puluhan Pasar-pasar kota diganti swalayan dan hotel Aku menjadi reruntuhan Singosaren dan Ngapeman Menjadi sayuran yang membusuk tertimbun supermarket Menjadi sepeda yang tertindas beton hotel Aku menjadi air bengawan di tahun enam-enam Bercak merah tertumpah dalam diriku Mengalir, menutup sejarah kelam kota Memanggil amarahku, dan menghanyutkan anak manusia Kota yang lelah Tukang becak di sudut-sudutnya terpancar keletihan Terpinggir dalam keteduhan Tukang batik terkurung dalam loji besar Menunggu waktu mencederai lukisan morinya Solo, 5 Juni 2004 - *) Yunanto Sutyastomo lahir di Sragen, sekarang tinggal di Solo. Aktif di Forum Pinilih, Forum Samenleven dan Komunitas Sastra Pawon Solo. Sering meng http://www.solopos.co.id |
aku | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 02 Desember 2007 , Hal.VIII
|
Aku ingin menjadi cahaya yang bersinar yang mampu menyinari apa yang ada di dekatku Aku ingin seperti cahaya yang tak henti bersinar Agar semua orang mampu melihat diriku... |
Seperti matahari yang terasa hangat di tubuh Ku ingin memeluk semua kehangatan hidupku Dan cahaya itu kan mampu menuntun Setiap langkah dan jalan yang terus ku pacu Aku tak mau menjadi kegelapan yang hanya merusak segala yang terlihat Ku tak mau jadi mendung yang menutup keindahan dari setiap insan - Anri Trie Utami, Jl Raya Palur No 48, Mojolaban, Sukoharjo. rantaikata : http://www.solopos.co.id |
sebuah pengakuan | untuk semuanya |
Edisi : Minggu, 02 Desember 2007 , Hal.VIII
http://www.solopos.co.id
Telinga mendengar, tapi hati ini bisu Dalam bisik malam kelam Dunia terbuka, hadir suatu kehangatan Lautan cinta semakin bergelombang |
Panah asmara menembus hatiku Bergelora dalam kerajaan hatiku Mencairkan hati yang membaja Mengetuk pintu yang kiranya tak bisa terbuka Jerit hati kian membahana Meronta-ronta sepanjang masa Dengan pandangan sayu, hampa dan penuh dusta Kini kudapat sebuah pengakuan Pengobatan luka, penghilang dahaga Membuka tabir cinta Di hati setiap insan manusia Tua maupun muda - Sri Rahmawati, SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali. |
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.