Friday, August 10, 2012

Mencintaimu, seperti..

Mencintaimu, seperti merengkuh gunung hijau diseberang sana.
Diri menemu kepayahan. Namun sungguh itu membuat senang dan bahagia. Dan kupikir ini tak bisa kupendam berlama-lama pula. Namun juga ada waktunya nanti. Huh, saya sendiri tidak pede mengungkapkan seluruhnya. Siapa aku dan bisa apa? Orang macam mana aku ini. Ini bertolak dari segala hal yang pernah aku lakukan dan alami disekitaran. Aneh juga bila kita sering membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Hah, inikah yang menunjukkan aku belum jadi "diri sendiri" ? Aku jadi begini pesimis. Mungkin aku butuh udara segar pegunungan atau vitamin khusus. Hahaha..

Mencintaimu, seperti kuda yang terengah-engah kepanasan mencari air dalam gurun.
Dirimu itulah oasenya (mungkinkah?). Pertanyaan-pertanyaan dan keluh yang sering terlontar. Dan harap-harap cemas yang benar-benar menjadi kecemasanku sekarang. Aku belum bisa bicara. Mungkin aku tiba esok lusa (meminjam lagunya Kubik, MATEL). Bertemu denganmu dan sedikit membicarakan "masa depan" atau hanya sekedar meluapkan tawa dan rindu yang menggenang. Selama ini, memang aku terkesan diam. Namun itu kulakukan agar masing-masing menemu jalan pikir yang berbeda. Tidak kuharapkan kita berpisah atau menjauhkan diri. Jadikanlah sebuah acuan atau pembelajaran. Ada makna tersirat. Ya, ada hal-hal yang tersirat dari sebuah jarak.

    senja ini indah sekali
    dan kita masih sendiri saja saat halhal terjadi

    ada makna tergali
    saatsaat yang belum tepat
    mengasingkan diri sekali atau berkali
    kita masih berpunya waktu, ada hal tersirat

    Solo-Jogja, 26 Mei 2012

 Ah, barangkali ini bukan tentang jarak menurutmu. Ini hanya perkiraan yang salah dariku. Sebuah kepastian dibutuhkan. Sebab sudah lelahkah kamu dengan kesendirian? Atau tanpa kita sadari, kita sudah menganut budaya pop. Apa pula itu budaya pop? Yaitu mengikuti arus yang sedang terjadi. Orang lain begini dan begitu kita mengikutinya dengan sadar atau tanpa sadar. Misalnya, banyak anak muda jaman sekarang mengumbar kemesraan bersama pacar dimuka umum. Hah saya alergi terhadap apa yang dinamakan pacaran. Apalagi belum menjadi pasangan sah atau istri. Secara tidak sadar kita sering tertekan dengan keadaan disekitar kita. Kalau tidak seperti mereka berarti kita kurang pergaulan atau ketinggalan jaman. Ingatlah, semua itu harus sesuai dengan norma agama. (hah lantang kali aku ini yang abnormal berbicara tentang norma agama?).

Mencintaimu, seperti dahaga fajar yang menyingsing bersama embun suci.
Aku tidak pede dengan keadaanku. Pikiranku terlalu naif bila memikirkan itu terus-menerus. Aku takut kamu menolak atau apapun reaksimu bila tahu siapa aku sebenarnya. Aku hanya anak petani biasa yang selalu kesulitan memperoleh gizi. Kebahagiaan adalah memiliki persediaan beras yang cukup buat makan. Aku perlu kekuatan untuk ini. Baiklah, aku akan berusaha menjelaskannya kepadamu. Semoga engkau tidak kaget.

    apa yang bisa diperbuat jika hati yang dipunya
    materi adalah khayalan
    namun kesetiaan adalah kepastian yang dipunya

Aku yakin dirimu adalah kesunyian yang kutuju dan tidak menginginkan lebih dariku. Hatimu adalah hatiku. Sekian lama kupendam rasa yang ada. Dan kularikkan bait-bait doa sehabis menghadap-Nya. Agar suatu saat kita "bertemu", meski dalam kehidupan yang akan datang (?). Berkenanlah..

Ada kalanya sebuah kejadian membuat kita ragu dalam sebuah sikap, konsisten. Kita sering berpikir untuk berubah haluan dari apa yang kita punya dan banggakan. Namun jikalau sudah berpunya prinsip itu semua bisa diatasi. Kuatkanlah cita, maka cinta semakin menguat dan mengekal pula. Semoga.

Jakal KM 14 Jogja, 26 Mei 2012

*) Ekohm Abiyasa

No comments:

Post a Comment

Silakan beri komentar Anda. No Spam No Ads. Thanks.